Flashback (lagi)

Barusan saya flashback dengan buka-buka lagi video rekaman saya sekitar setaun lalu. Video-video itu isinya full curhatan saya mulai dari masalah A sampe masalah Z. Nggak ngerti deh tuh kenapa saya bisa sebegitu narsisnya untuk ngerekam curhatan saya dan nyanyi-nyanyi galau ala marshanda (haha).

Setelah balik lagi liat semua video itu, saya ngerasa ada hal besar yang harusnya selalu saya inget, tahun lalu, sepanjang tahun 2009 adalah tahun yang paling susah buat saya, jungkir baliknya saya ngejer ini itu, kebanting sana sini karena hanya gagal yang saya rasain sepanjang hari, plus plus beberapa hal yang juga jadi pelengkap penderitaan saya (lebay :p), ibarat sudah jatuh ketimpa tangga terus pas mau bangun kepleset lagi lagi dan lagi, tahun lalu adalah puncak dari semua labil dan galaunya saya. Sekarang, ketika saya balik lagi ‘kesana’ saya bener-bener ngerasa puas, puas bahwa saya bisa handle beban-beban berat yang dateng beruntun tumpuk-tumpukan dan harus saya pikul sendiri, saya bangga sama diri saya.

Mungkin ini saatnya (lagi) saya post tulisan yang setahun lalu saya tulis (waktu saya nunggu-nunggu pengumuman apakah saya akan jadi mahasiswa ITB atau nggak), yang saya save di laptop dengan judul “akan di tampilkan di blog setelah lolos ITB taun ini amin”. ‘Kenapa harus nulis beginian? Padahal kan belum pasti saya masuk ITB? Ke-PD-an banget?’ kenapa saya tulis? Karena dari sekian banyak gagal sebelumnya, saya percaya bahwa ITB menjawab keoptimisan saya (nyatanya, nggak juga. Mungkin bener saya ke-PD-an).

Harusnya tulisan ini nggak bakal pernah saya post di blog karena faktanya sampai hari ini saya nggak menjadi mahasiswa ITB, hehe. Tapi satu hal menyadarkan saya bahwa “semua itu udah ada jalannya, kita cuma bisa berusaha, sekeras apapun usahanya, klo bukan jalannya tetep ga akan dapet, klo ga dapet brarti memang kita sudah dipersiapkan untuk hal lain. Jalan yg lain itu bisa jadi karena kita akan berkembang di situ ato kita punya sesuatu yang membuat perubahan yg besar disana” (terima kasih banyak, kata-kata ini jadi pondasi saya untuk membangun bangunan baru).

Oke, sebelumnya tulisan yang seharusnya nggak bakal pernah saya post di blog ini pernah saya post dalam rangka menyenangkan diri saya sendiri. ‘Loh kenapa pernah di post? Kan nggak masuk ITB?’ Karena saya YAKIN bahwa (sekali lagi) “semua itu udah ada jalannya, kita cuma bisa berusaha, sekeras apapun usahanya, klo bukan jalannya tetep ga akan dapet, klo ga dapet brarti memang kita sudah dipersiapkan untuk hal lain. Jalan yg lain itu bisa jadi karena kita akan berkembang di situ ato kita punya sesuatu yang membuat perubahan yg besar disana”

Oke, ini dia, 
‘akan di tampilkan di blog setelah lolos ITB taun ini amin’

-Sebenarnya, saya sangat takut untuk bicara tentang hal ini-

Gagal itu bukan pilihan. Gagal itu keadaan.
Satu keyakinan yang nggak akan pernah runtuh, bahwa seseorang belum gagal sebelum dia berhenti berusaha.

Ketidakmampuan seseorang itu hal lumrah kan? Namanya juga manusia.
Yang penting disini, bagaimana kita menyikapi ketidakmampuan sementara kita supaya semua membaik dan nggak menjadi gagal.

Kalo ini hanya sebuah omongan, -apalagi keluarnya dari saya, seorang anak kecil, yang masih bau kencur, yang di anggap orang lain belum tau apa-apa, belum banyak pengalaman, dan baru bisa ngomong doang-, saya terima untuk di caci maki orang-orang dewasa.
Saya juga pernah frustrasi kok. Saya pernah nangis, pernah loyo, pernah hampir marah sama Tuhan, hampir nyerah karena ditolak sama beberapa universitas, ah.. semuanya. Saya juga manusia.
Tapi satu hal penting yang saya tangkep dari banyak banget hal yang memuat saya uring-uringan, nangisin berbagai kebodohan saya sendiri, dan frustrasi beberapa bulan ini,, saya mendapatkan sebuah pendewasaan oleh diri sendiri.
Pada akhirnya, setelah sampai di titik puncak perasaan gagal, bodoh, kalah, ga bisa apa-apa, putus asa, sampe hampir stress, saya sadar bahwa semua hal yang saya dapatkan adalah keadaan, sama sekali bukan pilihan saya, yang memang harus saya terima, karena itu memang untuk saya, karena saya, dan rezeki saya.
Ada hikmah setelah semuanya.
Bisa menyikapi kegagalan dengan lebih bijak. Gagal bukan lagi kesedihan, tapi pelajaran mental yang sangat penting untuk melanjutkan perjuangan. Bukan berarti saya menjadikan diri saya untuk siap akan kegagalan, tapi saya menjadi lebih berani untuk maju bertarung, karena, saya sudah tau sakitnya jatuh setelah gagal.

Manusia sangat baik dalam satu hal, tapi TIDAK dalam semua hal.
Akan ada saat dimana kita menjadi seorang yang diakui karena kemampuan kita.
Jangan nyerah dan merasa kalah karena ketidakberhasilan kita di saat kemarin, tadi pagi, ato beberapa jam yang lalu.
-saya pun berusaha-

Tuhan nggak diam.
Roda itu berputar.
Jika kita bisa bijak menyikapi kegagalan dan ketidakmampuan, semoga keberhasilan yang jauh lebih baik yang akan menutup usaha kita. Amiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnnn.

Hehe, that’s it. unyuunyu gimana gituu..
Banyak buanget kegalauan lain yang nggak tersampaikan dan nggak disampaikan karena nggak mungkin abis lah ya kalo harus dijembreng semua disini, segala sesuatu yang pastinya ’terlalu indah untuk dilupakan ~ terlau sulit dikenangkan’ (gubrak!).

Allah selalu benar, setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Just face it, face it bravely and you’ll get so much wonderfull tomorrow :)

Pekalongan, Lampung
12092010

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List