Saya Tau, Sebenarnya Dia Juga Rindu Saya

Ini masalah gengsi.

Buat apa pertaruhkan harga diri?

Siapa mau peduli.

Namanya juga manusia, walopun kebuat dari tanah, tetep aja banyak dipengaruhi sama unsur batu. Jadinya? Ya kaya batu.

Diam-diam intip sana-sini.

Iri dengar suara lembut yang ternyata untuk tetangga samping kiri.

Sampai kapan mau begini?

Apa yaa..

Saya kadang bingung dengan hubungan saya dengan dia. Saya adalah pantulan cahaya dari dia. dan saya, dia, sama-sama begitu dan akan terus begitu. Entah sampe kapan. Sering saya ngerasa bahwa apa iya seumur-umur saya dan dia akan selalu begini. Selalu nggak mau kalah, punya batu yang sama-sama keras dan hobinya ‘mengadu batu’. Saya cape, saya nggak mau sampe mati terus dalam keadaan yang seperti ini.

Saya dan dia sudah sama-sama dewasa. Tapi kita sulit kenal dengan kata maklum dan memaklumi.

Entah saya ato dia yang salah, mungkin juga dua-duanya, nggak berharap untuk berlama-lama kunci mulut dan berjubah besar gengsi.

Saya tau, diam-diam dia rindu saya juga.

Diam-diam dia perhatikan saya dan diam-diam, saat malam dan saya sudah tertidur, dia masuk dan mengganti mukena saya dengan mukena baru yang masih bersih.

Saya bahkan dengar nama saya disebut dalam doanya.

Saya juga masih inget saat tengah malam dia mengendap-endap ke kamar saya untuk membelai rambut saya ato pelan-pelan ambil HP saya dan ngecek semua isi di dalemnya, saya inget dan nggak akan pernah lupa.

Saya masih belum lupa dekapan dia yang sangat menenangkan saya setaun lalu saat saya gagal USM ITB, SNMPTN, dan antek-anteknya.

Saya tau sebenarnya dia rindu saya.

Saya cuma ingin tau, seberapa relanya dia mengalah sama egonya,

Saya cuma ingin tau, seberapa dewasanya dia menghadapi saya yang juga sudah dewasa.

Lagi, yang memulai ternyata lagi-lagi bukan dia.

Yaah, mau gimana pun,

Sebenarnya saya juga rindu dia.

..