What More Can I Ask?

Sore ini rasanya ketusuk.
Begitu nggak bersyukurnya saya dengan segala nikmat Tuhan selama ini. 

Jadi, setelah ngerasa sebagai orang paling depresi sedunia, tiba-tiba liat anak laki kecil duduk di depan rumah tetangga. Dia pedagang ulekan/cobek batu keliling yang duduk di depan rumah setelah (mungkin) kecapean.
Dan yang tadinya ngerasa paling depresi sedunia, tiba-tiba bengong.
Mau ngeluh pake model yang gimana lagi?

Niatnya ke Cirebon tapi nyampenya di Kemang.
Hidup kadang seajaib itu.
Terima kasih, Adek.

Sampe di Reading Room dapet spot super..... cantik.
Di kiri saya tembok kaca yang mengalir air hujan di bagian luarnya, buku bacaan di semua penjuru, teh jahe panas, dan kentang goreng.
'Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’ itu benar-benar terjadi.

Semuanya berasa di jawab seketika. 
Sabtu sore yang baik, tempat yang menyenangkan, dan pacar nun jauh disana pamit mau ngaji. 
Subhanallah.

Tapi bagaimanapun, rasa seolah-olah orang terdepresi sedunia itu harus tetap diceritakan.
Seminggu lalu ngopi di Bandung bareng sahabat SMA. Guess what, dia keliatan sangat bahagia setelah sekian lama nggak ketemu. 
Jadi kesimpulannya adalah perasaan bahagia doi muncul akibat sekian lama nggak ketemu GUE.
Eh, nggak deng, bukan. 
Alasan yang paling bisa bikin orang pengen teriak manja ‘aaaaaaaaaaaa maaauuu’, dia nggak perlu bekerja selama hidupnya. Apa yang dia sudah dan akan lakukan sampai tua nanti adalah mengerjakan hobi dan membuat nyata apa yang ada diotaknya.
Keren?
Saya sadar bahwa nggak akan semua orang setuju dengan pemikiran saya yang seringkali konslet, tapi serius, kali ini percayalah, itu SUPER KEREN.
Dan saya baper sejadi-jadinya, andaikan nggak terbendung mungkin bisa langsung ngajuin resign dan besoknya bingung mau ngapain.
Yes, nggak semua orang seberuntung itu, tapi andai semua orang benar-benar tau apa yang dia mau lakuin sampai tua di waktu yang tepat, diiringi doa dan usaha sepadan, saya percaya setiap orang bisa.
Oke, sejujurnya ini adalah nasehat untuk diri sendiri.

Jadi, faktor apakah yang bikin saya merasa jadi orang paling depresi dan mengabaikan nikmat dunia lainnya?
Initinya saya cuma ngerasa, i’m not living my life.
Saya menelan kenyataan bahwa, yes, hidup cuma sekali dan dalam waktu yang sebentar.
Tapi sampai pada akhirnya saya dihadapkan dengan realita, “ok, baiklah kalau begitu Viani, jadi, hidup macam apa yang kamu pengen jalanin?”,
saya bahkan belum bisa kasih gambaran yang konsisten. Bisa, tapi belum pernah konsisten. 
Dan, itu semua muter-muter dipikiran setiap saat.
Normal apa nggak, saya nggak tau, yang jelas tiap bersama kamu, saya ngerasa mimpi-mimpi itu semakin dekat.
Eh gimana?

Pada akhirnya, apapun yang terjadi, yang utama tetap harus bersyukur.
Karena jauh dari yang kamu tau, orang yang kamu anggap paling beruntung sekalipun belum tentu seberuntung kamu.

Teriring salam dari Teh Jahe Panas dan Kentang Goreng yang mulai dingin,
semoga sabtu soremu menyenangkan.

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List