Manila and Singapore Trip

Awal Oktober 2017,
Mitla: Aku pengen liat langit Manila
Viani: Yuk!
Mitla: Serius?!

Adakalanya saya nggak suka becanda karena dibecandain itu nggak enak.
Eh, dianggep becanda juga ngga enak deng.

Kalo jodoh emang nggak kemana; liat kalender ada libur long weekend di awal Desember 2017. Berangkat!
Nggak pake lama, Hometown Hotel Makati sudah dibooking Mitla via booking.com, pasti karena alasan masih bisa cancel dan bayarnya nanti aja langsung di tempat, dan saya nyusul beli tiket pesawat.

Awalnya, rencana saya dan Mitla hanya ke Manila. Tapi berhubung saya lemah iman, setelah cek jadwal dan harga tiket, saya buru-buru whatsapp Mitla:
>> Kalo mau ngaco ya
>> Kalo mau ngaco nih
>> Dari Manila jangan langsung ke Jakarta
>> Tapi ke Singapore
>> Nginep di Changi sampe pagi
>> Nebeng mandi
>> Balik jam setengah 7 malem
>> Sampe Jakarta jam 8
I told you, emang sama-sama konslet, jawaban Mitla; pake capslock dan kayanya nggak dipikir dulu:
>> LEGGO!

Beneran nggak perlu waktu libur panjang untuk jalan ke-2 negara ini. Long weekend 3 hari aja cukup banget kok!

Jadi, inilah itinerary kita untuk trip Manila & Singapore tanggal 1 – 3 December 2017 lalu:
Day 1, Manila:
Landing pagi di Manila – Rizal Park – Intramuros – SM By The Bay – MOA Eye
Day 2, Manila:
Salcedo Saturday Market – Ayala Triangle Park – Green Belt Mall – Ayala Museum – Quezon City – Flight malam ke Singapore – tidur di Changi
Day 3, Singapore:
Garden by The Bay – Central Perk – Bugis – Murtabak Zam Zam – Masjid Sultan – Haji Lane – Flight sore ke Jakarta

***
Soekarno Hatta International Airport
Di ruang tunggu boarding menuju Manila

Viani: *panik ngubek-ngubek tas* Mit, pouch ku ketinggalan
Mitla: Isinya?
Viani: Make up, sikat gigi, obat mata, sisir, dan lain-lain
Mitla: ~~~~~~~
***

Day 1, Manila
Penerbangan Jakarta – Manila termurah di tanggal 1 Dec 2017 lalu adalah Cebu Pacific di jam 00.45. Karena lagi-lagi konsepnya adalah tight budget travelling, udah pasti penerbangan itu yang kita ambil. Dalam rangka mengimplementasikan salah satu prinsip hidup Milta soal perjalanan malam hari ‘lumayan ngurangin budget hotel’, di hari pertama jalan, saya dan Mitla bobo di pesawat.

Hal menyenangkan dari tiap perjalanan adalah ketemu dengan berbagai kejutan. Dan hal paling menyenangkan adalah saat dimana satu demi satu kejutan mulai muncul.

Sekitar jam 4.30 pagi, saya yang kebangun dengan badan pegel dan mata kriyep-kriyep mendadak segar karena YA TUHAAAAN, sunrise di samping jendela bagus banget! Langsung rusuh bangunin Mitla biar noraknya nggak sendirian.


Manila satu jam lebih cepat daripada Jakarta. Saya dan Mitla landed di jam 6 pagi waktu Manila.

Sebelum berangkat ke Manila, saya dan Mitla yang secara sadar cuma booking hotel untuk 1 malam dari keseluruhan 3 hari perjalanan, cukup tekun bacain review seputar tempat mandi di bandara.Trus, mandi di bandara?
NGGAK!
Sejauh yang saya dapat, shower room hanya ada di lounge berbayar. Kelar kaaan....
Dan tanpa direncanakan, apalagi disepakati, saya dan Mitla masing-masing sudah mandi sepuas-puasnya di rumah sebelum flight ke Manila.
Kalo dipikir-pikir kece juga, diam-diam kita berdua sudah berencana untuk nggak mandi.
Sampai di Ninoy Aquino, yang langsung kita cari adalah Prayer Room di lantai 3 terminal 3. Ya kali aja tempatnya cukup memadai untuk cuci-cuci dan rebahan kalo beruntung.

  

Nggak lama setelah masuk Prayer Room, saya dan Mitla keluar lagi. Ternyata ruangannya kecil. Toilet dan tempat wudhu ada di seberang Prayer Room.

Akhirnya pagi itu saya dan Mitla mutusin untuk nggak mandi. Cukup cuci muka, sikat gigi, touch up, dan siap main seharian.

Jelang keluar terminal kedatangan, ada 2 counter provider yang stand by jualan sim card; Globe dan Smart. Awalnya saya berencana pakai Globe karena katanya punya jaringan paling bagus. Tapi ada rupa ada harga ye, Globe mahal, cyin. Paling murah 700 peso dengan kapasitas 4GB. FYI, kurs pada waktu itu 1 peso = 290 IDR. Jadi bisa dikira-kira sendiri ya.
Karena harga jualah saya beralih; saya melipir ke Smart dan ditawarin paket paling murah seharga 300 peso, dengan internet 800 MB per hari, ditambah free sms dan telp untuk nomor lokal. Sikat lah ya.


Trip pagi itu dimulai dengan bolak-balik nyari dan nanya petugas bandara tentang harus naik bus yang mana untuk menuju Hometown Hotel Makati. Goosh, seriusan perlu beberapa kali nanya karena kita nggak dapet petunjuk yang jelas dan meyakinkan. Kira-kira setengah jam setelah akhirnya yakin kalo kita menunggu di tempat yang benar, bus nggak juga muncul dan antrian calon penumpang makin panjang. 


Karena merasa belum juga ada itikad baik si bus untuk muncul, dan karena digantungin tanpa kepastian itu hanya akan buang waktu, saya dan Mitla akhirnya ngeluarin jurus andalan, pake Grab! Ga pake lama, abang grab muncul dan sampailah kita di hotel untuk drop luggage. Lega.

Tujuan pertama saya dan Mitla hari itu adalah Intramuros. Dari depan hotel, saya dan Mitla naik Jeepney sampai ke terminal MRT Taft.

Jeepney adalah angkotnya Manila. Yang lucu, cara bayarnya adalah oper-operan duit dari penumpang yang bayar sampai ke supir. Cara yang sama berlaku kalo ada kembalian, duitnya dioper dari supir sampai ke penumpang yang dimaksud.

Mitla kebagian ngoper duit dari penumpang ke supir dan sebaliknya

Secanggih apapun gadget dan sekenceng apapun jaringan internetmu, percayalah, nanya langsung ke petugas atau orang disekitarmu adalah cara paling efektif dan efisien.
Sampai di terminal MRT Taft, orang yang paling kita cari adalah petugas terminal. Untuk ke Intramuros dari Terminal Taft, kita perlu naik LRT Line 1 sampai United Nation dan dilanjut dengan jalan kaki.

Jangan bayangin MRT LRT-nya negara sebelah ya. Ekspektasinya turunin dulu biar ga banyak ngeluh.

Pokoknya WOW!

Intramuros
Setelah turun di stasiun United Nation, perjalanan dilanjut dengan jalan kaki sekitar 1.5 KM ke Intramuros.
Seriusan jalan kaki yang ini nggak perlu pake ngeluh karena akan lewat berbagai tempat menarik kayak Rizal Park, National Museum of Natural History (pintu-pintunya tertutup, barangkali memang nggak bisa masuk), dan National Museum of Anthropology (bisa masuk dan kabarnya free entrance – tapi saya dan Mitla nggak masuk ke dalam).

 

Jelang Intramuros, jangan heran kalo ada banyak abang becak ala Manila (kendaraan ini disebut Pedicab) yang bakal nyamperin dan nawarin tour keliling Intramuros. Di depan gerbang Intramuros, saya dan Mitla akhirnya ambil tour keiling Intramuros naik Pedicab yang tarifnya 100 peso per 30 menit per orang. Tawaran itu diambil ga pake nawar karena udah cape jalan. Dan tarif 100 peso, which is 29 ribu IDR, masih ok lah di kantong. Saya yakin kalo si abang diajak ngobrol dulu bisa kok dapet tarif lebih murah daripada ini.


Ternyata tempat keren di Intramuros itu banyak! Banget! Nggak cuma gereja Cathedral & San Agustin, Interdencia, atau Fort Santiago kayak rencana kita dalam itinerary. Dan ternyata kawasan Intramuros itu gede banget!
Pokoknya kalo ke Intramuros udah paling bener ambil tour keliling naik pedicab or whatever it is. Kalo mau coba jalan kaki ya boleh sih, pastiin aja bawa kaki serep yes!


Intramuros adalah kawasan yang isinya bangunan-bangunan tua penginggalan masa kolonial Spanyol di Filipina. Kalo di Jakarta mungkin semacam Kota Tua atau kalo di Bandung semacam Braga. Bedanya adalah kawasan Intramuros gede banget!
Jalan-jalan di Intramuros berasa kayak nggak lagi Filipina, rasanya Eropa banget walopun belom pernah juga ke Eropa~


Saya dan Mitla akhirnya merasa cukup setelah 2 jam keliling Intramuros. Walaupun masih banyak tempat yang belum didatengin, at least, tempat-tempat yang kita pengen udah kesampean. Saya dan Mitla masing-masing bayar 400 peso, plus kita tambah kasih tip 25 peso per orang; jadi total bayar saat itu adalah 850 peso.

Masih di kawasan Intramuros, saya dan Mitla makan di Jollibee, restoran fast foodnya Manila, karena penasaran apa istimewanya dibanding McD, KFC, dan sebagainya.

Rasanya kayak ayam fast food pada umumnya tapi dagingnya lebih empuk dan mudah dipotong pakai sendok garpu.

Overall, Intramuros beyond our expectation karena ternyata bagus banget banget banget dan saya rekomendasikan sebagai a must place to visit di Manila.

SM By the Bay
Tempat selanjutnya, dan sebenernya yang paling saya tunggu, adalah sunset di SM By the Bay. Kenapa?
Karena sedari awal ide trip ke Manila muncul adalah untuk liat langit (iya, random emang). Dan bener aja, di Manila Mitla selalu muji-muji langitnya yang biru cerah, “langitnya biru banget.”

Setelah diluluhlantakkan sama pengalaman naik MRT/LRT pagi tadi, saya dan Mitla sepakat kalo pengalaman tadi adalah yang pertama dan terakhir di Manila. Seriusan nggak nyesel dan justru seneng karena ngerasain pengalaman baru; tapi yaudah sekali aja.
Naik Grab dari Intramuros ke MOA sore itu sekitar 260 peso dengan waktu tempuh kurang lebih setengah jam. Dari MOA, kita jalan sedikit ke arah belakang untuk ketemu SM By the Bay.


Hal lain yang syukuri di SM By the Bay adalah ADA STARBUCKS!
Dari awal jalan yang udah kebayang adalah ngopi sambil liat sunset. Annnndd, it happened!


Ngeliatin matahari dari masih agak tinggi, mulai turun, lalu pendek, sesekali seruput kopi, semakin pendek, sejajar sama air laut, sampai hilang dan tinggal semburat orange; sore itu hidup saya sempurna~

Ke Manila mau ngapain?
Liat langit. Liat Sunset.
Di Ancol juga bisa.
Ga semua orang paham. Dijelasin juga ga bakal paham. Jadi biarin aja.

MOA Eye
SM By the Bay; selain tempat liat sunset dan jajaran banyak cafe, ada juga MOA Eye yang merupakan bianglala atau ferris wheel di pinggir pantai. Tiket per orang 150 peso dan hanya berlaku untuk sekali putaran aja.


Satu hal yang disayangkan dari MOA EYE: kacanya burem.
Tapi anyway, ya bolehlah.

Akhirnya badan, mata, dan kaki mulai rewel minta kasur.
Jalan-jalan hari pertama selesai di MOA Eye.
Pecah!
Hari itu dapet sunrise, Intramuros yang cantik banget, dan sunset yang bikin hidup berasa sempurna.
Oh Tuhaaaan~~~

***
Hometown Hotel Makati
Di kamar

Viani: *ga bisa charge HP, tiba-tiba power bank dan kabel charger rusak* Mit, nanti kalo udah kelar, pinjem charger ya.
***

Day 2, Manila
Nggak ada yang ngoyo di hari kedua; bangun santai, mandi santai, sarapan juga santai.
Semua barang sudah dipack dan dititipkan di receptionist sebelum keluar hotel dan akan diambil sore nanti setelah main dan sebelum ke bandara. Yes, malam di hari kedua adalah perjalanan menuju Singapore. Jadi dari pagi udah puk-puk badan, “nanti malem ga ketemu kasur ya.”

Salcedo Saturday Market
Jalan-jalan hari kedua dimulai kira-kira jam 9 pagi menuju Salcedo Saturday Market. Saturday market ada setiap Sabtu jam 7am – 2pm. Awalnya saya dan Mitla mau cari oleh-oleh kecil disini, tapi ternyata oh ternyata, sebagian besar barang dagangan di Salcedo Market adalah makanan dan bahan makanan! Ya ada sih selain makanan; tanaman dan bunga-bungaan. Ya kali mau dibawa jadi oleh-oleh kan.


Ayala Triangle Park
Cukup 30 menit di Salcedo Market dan kita lanjut jalan ke Ayala.
Di tengah jalan kaki ngikutin Google Map, nggak sengajalah kita ketemu sama Ayala Triangle Park.
Guess what, yang kita temuin disana bener-bener bikin kesel.


OH MY GOD! POHON LAMPU! INI KALO MALEM KAYAK APA! KENAPA GA TAU INFO INI!
POHONNYA PENUH SAMA TEMPELAN DAN GANTUNGAN LAMPU!

Sempetin jalan-jalan malam ke Ayala Triangle Park!
Tapi please cek dulu ya, apakah pohon lampu itu hanya ada jelang christmas atau selalu ada setiap hari setiap malam. Di waktu itu, saya dan Mitla kepikiran nanya juga nggak karena overwhelmed ga karuan.

Green Belt & Ayala Museum
Akhirnya kita sampai di Green Belt!
Green Belt sebenarnya adalah kawasan mall dimana Ayala Museum ada di dalamnya.
Saya dan Mitla polos banget masuk Ayala Museum karena pede kalo free entrance.
A big NO, ya Bapak-Bapak, Ibu-Ibu. Ke Ayala Museum harus beli tiket dan untuk foreigner harganya cukup mahal, sekitar 400an peso. Dengan tarif itu, saya dan Mitla cuma liat-liatan dan milih untuk nggak jadi masuk.
Sebenernya ga sepenuhnya salah karena memang ada yang free entrance, semacam exhibition kecil dari seorang pelukis Filipina di suatu ruang khusus, barangkali ukuran 4 x 6 m2 aja, dengan 4 lukisan besar terpajang di dinding, 1 orang penjaga ruangan, dan 2 orang security di depan pintunya.

Quezon City
Dari Green Belt, kita menuju Quezon City, atau dikenal QC, untuk ketemu sama temen-temennya Mitla.
Perjalanan dari Green Belt ke QC kira-kira 1 jam dan relatif nggak ada yang istimewa sepanjang perjalanan.

Lola Cafe & Bar, Quezon City (QC)
Hari kedua di Manila bertepatan sama ulang tahun saya.
Hahahaha.
Di tengah makan siang, temen-temen Mitla yang sangat manis ini bikin surprise dengan kemunculan tiba-tiba mas resto yang bawain cheese cake lengkap dengan lilin di atasnya.
OH MY GOODNESS, I CAN’T HELP MY SELF!
I love you guys to the the moon and all planets!


By the way, untuk makan siang, temen-temen Mitla pesan makanan ini:

Saya lupa apa namanya tapi sup bola ayam ini tastes really good!

Jalan-jalan hari kedua selesai di QC.
Saya dan Mitla balik ke hotel untuk ambil luggage dan langsung meluncur ke Ninoy Aquino untuk penerbangan menuju Singapore di jam 21.35.

***
Ninoy Aquino International Airport
Di antrian check in bandara

Mitla: Uang 50 sgd Mbak Vi dimana?
Viani: Di amplop *ngecek amplop* *ga ada* *cek tempat lain* *ga ada juga* Dimana ya, Mit?
Setelah tek tok panjang, saya baru sadar kalo uang tip yang saya kasih ke abang pedicab di Intramuros kemarin bukan 50 peso, tapi 50 sgd. Pedih.
***

***
(Masih) Ninoy Aquino International Airport
Setelah check in bandara

Mitla: Mbak Vi!!
Viani: Ya?
Mitla: Aku diteriakin orang-orang, “Miss, Miss!”
Viani: ???
Mitla: Mbak Vi ga sadar jatuhin boarding pass aku???
Viani: *jadi patung*
***

***
Boarding Room Ninoy Aquino International Airport
Di tempat duduk

Mitla: Mbak Vi, tau ga, aku juga melakukan kebodohan.
Viani: *bengong*
Mitla: Aku salah paket roaming. Pantesan kuota roamingnya ga berkurang. Ternyata di paket roamingnya ga ada Filipina.
Viani: *ketawa garing padahal lemas dan pasrah sekaligus*
Mitla: *sok ketawa padahal (kayanya) nangis nyesel dalem hati*
***

Day 3, Singapore
Sampai di bandara Changi jam 2 dini hari. Badan masih lemes dan mata merah karena mesti bangun di waktu-waktu deep sleep.

Dear sodara-sodara, bobo di bandara ga semudah baca trip review.
Di waktu saya dan Mitla cari spot buat tidur, tempat-tempat strategis bobo sudah penuh ditempati. Satu-satunya bangku panjang yang cukup proper dan tersisa adalah di depan counter check in terminal 2 bandara Changi. Ada 5 bangku berjajar, saya pakai 2 bangku dan Mitla pakai 2 bangku.

Di jajaran bangku biru ini saya & Mitla tidur. Gambar ini diambil di waktu siang.

Di sekitar jam 5 pagi, saya kebangun karena ada rombongan pilot dan pramugari yang lewat dan wangi banget! Pagi itu, sebelum jalan-jalan, saya dan Mitla naik MRT menuju rumah tante Mitla untuk numpang mandi dan titip barang-barang.

FYI, biaya left baggage di bandara changi cukup mahal, 8sgd untuk small luggage di bawah 10kg selama 24 jam. Tarif resminya bisa dicek disini http://www.changiairport.com/en/airport-experience/attractions-and-services/baggage-storage.html

Gardens by the Bay
Berhubung masih pagi, tujuan pertama adalah jalan-jalan di Garden by the Bay.


30 menit kemudian, kaki yang udah lemes ditambah udara yang panas banget bikin saya dan Mitla milih untuk ngadem di dalam stasiun MRT. Dalam waktu sekitar 1 jam, kita berdua beneran cuma duduk dan nggak ngapa-ngapain. Lemes!

Central Perk SG
Jadi ceritanya, Mitla adalah salah satu member sekte pemuja F.R.I.E.N.D.S.
Yap, opera sabun Amerika yang sempat tayang jaman dulu banget, dimana latarnya adalah Central Perk; kedai kopi yang ternyata beneran ada, salah satunya ada di Singapore.
Di jam 10.30, saya dan Mitla naik MRT dari Bayfront menuju Chinatown untuk ke Central Perk yang baru buka di jam 11.

Kalo pernah tau buaya agresif dikasih ayam, lebih agresif Mitla diketemuin sama Central Perk.

 
 
 
Mitla Taslima

Sebenernya nggak hanya Mitla yang happy, saya sama happy-nya karena ketemu tempat nongkrong dan green tea latte.


Green tea-nya enak (dan mahal), tapi ada campuran mint di dalamnya. Dan entah kenapa saya sebenarnya nggak begitu suka ketemu mint dalam minuman.


Yang paling menonjol dari Central Perk adalah dekorasinya. Ya apalagiii.
Seriusan bikin pengen foto terus!


Dan.. nama menu-menunya diambil dari karakter cast-nya.
Kekinian gilak sih cafenya; kopi, disetelin film, dan tempatnya lucuk.

Badan dan kaki mendadak enteng saking senengnya kesampean ngopi di Central Perk! Ga paham lagi.
Dari Central Perk, saya dan Mitla kembali bisa jalan kaki dengan proper dan menuju Bugis.

Bugis
Bugis sebenarnya adalah tempat yang saya hindari karena iman saya ga bagus-bagus amat. Tapi kali ini saya sukses keluar tanpa belanja apapun kecuali kabel charger.

Zam-Zam
Indian muslim resto yang terkenal di sekitar Bugis adalah Zam-Zam. Ini kali pertama saya makan di Zam-Zam. Untuk makan siang, saya dan Mitla pesan Chicken Briyani dan Beef Murtabak. Enak! 

Buanyak buanget!

Masjid Sultan
Berhubung dekat dengan Zam-Zam, assalamualaikum sebentar ke Masjid Sultan.


Haji Lane
Sempet-sempetin ke Haji Lane biar kekinian!
Ya nggak ada apa-apa juga sih, hanya gang yang di dalamnya ada banyak cafe lucu, banyak mural, dan jadi tempat foto orang sejagat.

Jalan sedikit dari Zam-Zam dan kamu akan ketemu satu gang namanya Haji Lane.


Konsepnya keren sih sampe bisa bikin tempat biasa jadi se-happening ini. Ada halal cafe yang sebenarnya pengen saya datengin tapi nggak jadi, namanya Limaa, karena perut siang itu beneran udah full sama Zam-Zam dan duit yang sangat terbatas.

Jadi, marilah kita foto aja sebagai bukti sudah ke Haji Lane.
Iya bodo amat, ini penting.


Jalan-jalan sehari di Singapore selesai di Haji Lane.
Sisa waktu sore itu kita pakai untuk ambil barang-barang di rumah tantenya Mitla *terima kasih, Tante* dan langsung jalan ke bandara. Di dalam MRT menuju Changi, Mitla bilang sesuatu yang kira-kira begini, “so this is the end of our trip.”
Okay, saya mulai sedih.
Ga bisa ya kalo besok ketemu lagi dalam kondisi bawa backpack, repot cari petugas buat ditanya soal apapun, cari toilet buat cuci muka & sikat gigi, atau ngitung duit biar cukup buat makan, main, dan jajan.

Budget
Overall, total budget per orang untuk trip 3 hari Manila & Singapore di awal December 2017 lalu kira-kira 5 juta IDR, sudah termasuk tiket pesawat, hotel, makan, jajan, pokoknya semuanya.
Tight budget travelling as usual, tanpa belanja aneh-aneh, secara tiket pesawat kita tanpa bagasi, tanpa jajan dan makan mewah, ya sekali doang jajan di tempat ala Central Perk, dan yang paling penting, jangan habiskan uangmu untuk tip cuma karena kasian atau nggak enak! Bukan pelit, tapi mikir.

***
Tiap jalan ke tempat baru, saya seringkali nggak terlalu peduli sama tujuannya, saya lebih cinta sama proses menuju-nya.
Kamu akan gelisah, tapi disaat bersamaan, secara nggak sadar, kamu mati-matian sedang belajar tenang dan cari solusi.
Ada banyak kondisi yang selamanya nggak akan pernah kamu suka, tapi demi satu-satunya cara bertahan, kamu akan belajar menghargai dan menyesuaikan diri.
Barangkali seharusnya kamu meledak, seharusnya kamu sudah nangis, semestinya kamu menghabiskan waktu untuk sedih berlarut-larut. Tapi disaat yang sama waktumu terbatas, dan kamu harus bisa memaksa dirimu berlapang dada dan melakukan sesuatu yang benar.

Atau seharusnya kamu begitu senang, yang kamu ketahui akan berujung pada banyak lupa dan banyak hilang; maka kamu akan belajar menghindari dan membatasi.  

Selalu ada hal yang bikin kamu belajar dan menyadari sesuatu. Khususnya untuk saya dan Mitla di trip kali ini: bilang jujur atau nggak sama sekali. Gitu?

Yaudah jalan gih! Yang penting tiket kebeli, urusan jajan, di hemat-hemat bisa kok ;)

P.S.
1. Beberapa dokumentasi adalah milik Mitla.
2. Kopi ala Mitla adalah kopi hitam tanpa gula sedang Viani adalah iced green tea latte.

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List