The Unpublished Drafts

Tulisan akhir-akhir ini terasa kurang sehat, ya.
Kebanyakan bumbu “rempah”; barangkali karena saya hobi makan makanan berbumbu rempah.

Anyway, 2 hari ini saya habiskan penuh di atas kasur.
Main The Sims,  nonton film, (berusaha) ngeblog, tinggal kurang baca buku.
Weekend minggu ini adalah weekend yang ditunggu-tunggu, actually.
Saya merasa butuh me-time setelah sekian weekend dilewatkan bareng orang lain.

Namanya juga namanya,
sendirian, nganggur, dan MENDUNG itu bikin semua hal jadi tiba-tiba kepikiran.

Obrak-abrik folder tulisan dan baca ulang beberapa draft pendek yang sempat ditulis tapi nggak (pernah) selesai. Entah karena merasa sudah nggak lagi menarik, mentok, males, atau barangkali takdirnya memang cukup sampai disitu.

14 Nopember 2017
Draft Pendahuluan Quite Another Matter yang diputuskan untuk tidak published, tapi yasudahlah mari published
Saya bisa dengan mudah kenal dengan siapapun, nggak canggung memulai obrolan, dan cukup bisa masuk ke jenis obrolan apapun.
Tapi saya bukan orang yang mudah punya teman dekat.
Saya kenal cukup banyak orang, punya nggak begitu banyak teman, dan sangat sedikit teman dekat.

Dalam beberapa tahun terakhir, yang paling jujur adalah, saya malas memulai pertemanan dengan orang baru, dan saya malas berada dalam circle yang berisi orang-orang baru, apalagi mesti terlibat di dalamnya.
Entah saya yang makin aneh, orang-orang yang makin aneh, atau keduanya.
Banyak orang baik, tapi nggak banyak orang tulus.
Barangkali ini alasan kenapa saya betahnya sama orang yang itu-itu aja.

Berada dalam circle, meski dengan yang itu-itu aja, berarti sangat besar buat saya.
Entah cuma saya, atau semua orang pernah ngerasain hal yang sama;
barangkali tanpa sadar, kita menitipkan sejumlah tertentu energi di beberapa hal dalam hidup.
Dan barangkali yang sering terjadi adalah, kita menitipkan terlalu banyak energi pada satu hal.

5 Nopember 2017
But a girl gotta do what a girl gotta do, so here I am.
But it’s stupid to live only for the opinions of others, you know?

“Jangan mempermainkan harapan orang lain, karena Tuhan pun tidak melakukan itu pada manusia.”
So if you think I play, here I show you the exit door I used to say.

2 Oktober 2017
At the end of September
1 bulan belom nulis diary ternyata bisa juga bikin nggak ikhlas tidur.
Dari kecil udah suka nulis diary. Sekarang juga sama sih, medianya aja yang beda.

Ada banyak topik cerita di bulan ini sebenarnya, mulai dari ceritaan si Cinta, pandangan soal agama, kejahatan-kejahatan yang saya perbuat, dan beberapa pikiran lainnya.
Tapi nggak ada yang bener-bener diceritain.
Bulan ini jiwa raga saya seutuhnya dipersembahkan untuk kerjaan; sisanya tidur.

Saya nggak ngerti apakah orang kepo memang dianugerahi fungsi otak berlebih sehingga dia selalu merasa kekurangan saat hanya urusin hidupnya sendiri atau bagaimana. Nggak apa-apa juga sih kepo, tapi nggak perlulah keponya terang-terangan; nyebelin.

12 September 2017
Go On
Diantara gempuran tugas, ingin main game, ingin tidur, dan butuh nulis.
Pas lagi kangen-kangennya tapi lupa caranya.

Waktu lagi nggak mau tau soal apapun di dunia ini kecuali sekumpulan batang padi yang goyang bersama ketiup angin dan menghasilkan bunyi ‘sssshhhhh’ berulang-ulang.
Di sisi kiri, jajaran gunung bertumpuk-tumpuk, mirip gambar anak TK yang dibuat pakai kuas air lalu meleber ke kanan-kiri.

Dan kamu menolak jatuh cinta kepada waktu; dimana pun - bagaimana pun; melibatkan seluruh perasaan, tugas - game - tidur - dan kekhawatiran memakanmu mentah-mentah.

5 Februari 2017
Sabtu

Kenapa hanya ada 1 sabtu dalam 1 minggu?
Biar kangen.
Nggak juga kok, semua hari juga begitu.

Waktu SD, udah paling girang karena Sabtu berarti pulang sekolah cepet dan setelahnya bisa nonton film vampire di RCTI.
SMP: Sabtu rasanya biasa karena mulai padat sama ekstrakurikuler.
SMA: Sabtu rasanya luar biasa karena ke sekolah hanya untuk ekskul sebentar, bisa pake baju bebas, dan bisa diapelin; kalo diapelin.
Kuliah: semua hari rasanya sama, ya tetep nggak bisa tidur, ya tetep ngerjain tugas, ya tetep pulang malem dari kampus; rasanya sama.
Kerja: Sabtu berasa kayak ketemu sumber air di padang pasir; greeeeaaaatt! Walau sekarang seringkali bikin bingung mau ngapain.

Barangkali ada benarnya, bukan lingkungan yang berubah, it’s you that change.
Kita yang ternyata nggak lagi sama dengan kita yang dulu, alih-alih untuk survive dan aktualisasi diri. Ya memang paling gampang adalah menyalahkan lingkungan dan yang paling sulit adalah menerima segala sesuatu yang nggak lagi seperti dulu.

Tapi at least, di weekend awal Februari yang nggak kemana-mana ini saya belajar dari foto Keenan Pearce dan pacar barunya, bahwa banyak hal bisa disesuaikan dan berubah pada akhirnya.
Eeemmm, ga gitu juga.

Layaknya Sabtu yang harus tetap bisa dinikmati walau sudah bangun dini hari untuk dapat sunrise di Puncak – sampai disana ternyata kabut dan hujan – ujan-ujanan makan indomie bareng anak gaul yang berisik nggak karuan, dan pulang pada akhirnya; Sabtu tetap jadi Sabtu.

Kurang bermanfaat memang, tapi semoga masih ada yang bermanfaat.

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List