A Very Short Visit; Bangkok

Nggak mikir. Ini jalannya nggak pake mikir.
Ya dipikir, tapi dikit.
Basically emang sama-sama konslet, liat tiket murah langsung yuk.
Here i present to you, Mitla Taslima; bersedia dengan tangan terbuka dan pasrah diajak kabur – dan bangun pagi – selama long weekend.

Maret 2017, iseng cek tiket airasiago.co.id (ini favorite sih!) dan nemu tiket murah ke Bangkok untuk long weekend 29 Apr – 1 May. Ga pake lama lalu muncullah tagihan liburan di CC.
Kadang mutusin untuk pergi emang segampang itu.

Karena sadar nggak punya banyak waktu, itinerary sengaja dibuat dengan sebanyak mungkin alternatif dari pagi buta sampai malam. Here we go!

Day 1
Time
Event
Remarks
16.20
Arrival di Don Mueang

16.30 – 18.00
Menuju Siam Privi Residence
Naik MRT 1.5 jam, naik taxi 45 menit
18.00 - 19.00
Stay di Siam Privi Residence

19.00 - 20.00
Menuju Asiatique Riverfront
Naik taxi 50 menit, naik MRT 1.10 menit
20.00 - 22.00
Asiatique Riverfront

Dinner

ferris wheel ‘Bangkok Eyes’

22.00 - 24.00
Night market!
Kayanya night market cuma bisa dapet 1; sama-sama tutup jam 12 malam
Menuju talad neon

Talad Neon

Menuju Artbox

ArtBox Bangkok
Cuma sampai 30 april 2017 di Chatuchak Park!
24.00
Menuju Siam Privi Residence

Others - Alternative

Liab Duan Night Market


Khaosan Night Market


Patpong Night Market
Banyak hiburan dewasa sih disini

Day 2
Time
Event
Remarks
06.00 – 07.00
Menuju Chatuchak

07.00 - 09.00
Chatuchak Weekend Market
Buka mulai jam 6 pagi; sarapan disini
09.00 - 09.30
Menuju Khlong Lat Mayom

09.30 - 11.00
Khlong Lat Mayom Floating Market
Buka jam 9, pasar apung, kira-kira 1 jam dari hotel.
11.00 - 12.00
Menuju Grand Palace

12.00 - 13.30
Grand Palace

13.30 - 14.00
Menuju Siam Paragon

13.00 - 17.00
Mall!
Lunch di sekitar sini
Siam Paragon

Platinum

MBK

Jim Thompson House
Deket banget sama siam paragon, ±1 kilo, jalan kaki aja. Museum, buka sampai jam 5 sore.
17.00 - 18.00
Menuju night market

18.00 - Selesai
Night market
Pilih salah satu; dinner di salah satu night market.
Dalat Rot Fai
Ini yang paling terkenal!
Siam Gypsy Junction

Hua Mum Night Market

Rot Boran Market
Classic Car Market
Menuju Siam Privi Residence

Others - Alternative

Madame Tussaud
800 bath, buka jam 10.00 -21.00

900 bath, buka jam 10.00 -21.00

Day 3
Time
Event
Remarks
05.30 - 06.00
Menuju Or Tor Kor (OTK) Market
Kondisi udah packing dan udah mandi, jadi beres jalan pagi tinggal ambil tas terus cabut bandara
06.00 - 07.30
Or Tor Kor (OTK) Market
Buka mulai jam 6; sarapan disini
07.30 - 08.00
Kembali ke Siam Privi Residence

08.00 - 08.30
Persiapan pulang

08.30
Menuju Don Mueang

11.25 – 15.00
Flight to Jakarta


Seperti biasa, modal bikin itinerary adalah baca trip review dan google map.
Karena nggak semua tempat dilalui Bangkok Sky Train (BTS) atau MRT, dan karena kita – saya & Mitla – butuh susun perkiraan budget, cost untuk masing-masing aktivitas dibuat dengan asumsi transport kemana-mana pakai Uber (perkiraan ongkos uber bisa cek disini: http://www.uber-fare-estimator.com/), googling-an trip review, dan ... perasaan (duh!).

Yang paling seru dari suatu perjalanan adalah saat kondisi aktual yang terjadi, pelan-pelan tapi pasti, bergerak menjauh dari rencana.
Apa kabar, Rencana?
Setelah landing tepat waktu, saya dan Mitla dapat kejutan antrian imigrasi dari setengah 5 sampai setengah 7 malam. Okay, yang ini bener-bener missed.
Gimanapun ini masih lebih baik dibanding akhir tahun 2014 lalu, dimana saya antri imigrasi Sadao di Hatyai - Thailand Selatan dari jam 8 pagi sampai setengah 12 siang; seriusan parah sih.

Lepas imigrasi langsung cari sim card local (percayalah ini sangat dibutuhkan apalagi kalo kamu berencana pakai pakai Uber/Grab) dan menuju taxi counter.
Okay, kejutan yang kedua, antrian taxi counter ngaconya sama aja. Sampe disini masih bisa ngerasa keren karena ‘hari gini loh ada Uber, ada Grab’.
Ya emang pada dasarnya nggak boleh belagu sih, mukenye jauh. Supirnya nggak bisa Bahasa Inggris.
Dan yaudah, karena pertama yang terpenting adalah dia tau dimana lokasi penjemputan, jadi saya bilang Terminal 1 Gate 7 berjuta kali dengan pronunciation paling tjakep.

Walaupun dapat jawaban ok dan dengan sadar mengetahui bahwa jalanan menuju terminal kedatangan sangat macet, setelah nunggu agak lama dan nggak tenang, saya inisiatif kirim sms.


 

Saya makin gelisah karena SMS terakhir di jam 6.50 nggak kunjung dibalas Mas Uber.


Berbekal praduga bersalah bahwa Mas Uber, 1. nggak ngerti sama sekali; 2. ngerti tapi bingung mau jawab karena nggak bisa Bahasa Inggris; saya mencoba berkomunikasi dengan bahasa dan tulisan Thai. Kurang cakep gimana lagi?
Rasanya serius pengen sujud syukur karena di zaman ini ada orang yang menciptakan Google Translate sedemikian rupa. Dan bener aja, setelah itu komunikasi berjalan cukup baik.





























Lucunya adalaaaaaah, selama di dalam mobil kita dan Mas Uber komunikasi pake Goggle Translate. Jadi, tiap kita mau tanya sesuatu prosedurnya adalah buka Google Translate, translate to Thai, and let the Google speaks.
Lebih lucunya lagi, untuk ngejawab, Mas Uber ngelakuin hal yang sama, translate to English. Serunya parah sih!

Daaaan, kejadian begitu nggak cuma berlangsung sekali.
Sekali waktu saya kena dicuekin sama Pak Taxi saat lewat bangunan bagus dan nanya ‘Sir, what is this?’, doi bahkan nggak ngeh kalo dialah satu-satunya tujuan dari pertanyaan saya.
Soal bahasa, pokoknya tiap udah kerasa nggak beres, langsung pasang jurus Google Translate dan hasilnya lumayan efektif.

Itinerary hari pertama bisa dibilang kurang sukses. Karena udah terlalu malam, kita hanya sempat ke Asiatique The Riverfront; naik bianglala dan makan KFC. Jelang jam 12 malam cabut balik ke hotel dan ketemu supir Grab yang nggak kalah gila. Bahasa Inggrisnya nggak begitu jelas tapi cukup bisa diajak ngobrol, dan itu kocak banget!
Sempat lewat depan night club dan tiba-tiba dia pasang musik dugem, plus joget-joget! Itu absurd banget sih, secara Pak Grab ini usianya nggak bisa dibilang muda, barangkali sekitar 60 tahun. Dan kita ketawa sepuas-puasnya! Nggak lama berselang, mungkin karena akhirnya dia nyadar bahwa penumpangnya agak konslet juga, bahasan kita jadi soal lady boy dan gay!
Kebayar sih, malem itu isinya ketawa sampe cape.

Sekilas soal Asiatique The Riverfront, isinya adalah segala jenis toko layaknya night market, ada bianglala yang gede banget, dan berjajar restoran di pinggir sungai Chao Phraya.
Hati-hati kalap disini karena barengnya lucu-lucu parah!

 Tiket ferris wheel 300 baht/orang

Inside the ferris wheel

The shops!

 Asiatique The Riverfront

Saya dan Mitla? Tentunya kita nggak belanja dan nggak makan di salah satu restoran fancy di pinggir Chao Phraya; secara ini tight-budget-travelling banget. Kita cuma sedikit aja mupeng, tapi percayalah saya dan Mitla melakukannya dengan sangat keren.
Kita udah cukup bahagia nemuin KFC yang masih buka di hampir jam 12 malem, ya walaupun beberapa kursi udah dinaikkin ke atas meja. Kebahagiaan hakiki versi malam itu adalah makan sepaket ayam KFC seharga 109 baht!

Hari kedua saya & Mitla bangun kesiangan. Berdasarkan itinerary, harusnya di jam 6 pagi kita udah mulai jalan ke Chatuchak; yang terjadi adalah kita baru bangun! Baru sekitar jam 7 kita keluar dari hotel dan lagi-lagi naik Grab.
FYI, hotel kita adalah Siam Privi Residence di Pracha Uthit Road, lokasinya nggak terlalu strategis buat traveller – dengan demikian agak effort kalo mau ke pusat keramaian, tapi kondisinya enak; kamar besar – tempat tidur besar – bersih – private bathroom, ada balkon dari kamar – dengan pemandangan burung-burung hitam yang nangkring di atap bangunan sebelah, dan cukup dekat sama Seven Eleven. Untuk cari makan pun pilihannya banyak; kalo mau yang pasti halal, mending beli makanan microwave berisi ayam atau ikan di SeVel sih.

Sampe Chatuchak kepagian!
Karena yang ada di otak adalah weekend market macam pasar minggu di Indonesia pada umumnya, ke Chatuchak jam 8 pagi ternyata kepagian. Masih banyak toko tutup sedangkan perut udah grubuk grubuk minta jatah. Nggak lama setelah blusukan ke dalam pasar ternyata ada 1 kedai yang sudah buka tanpa disangka-sangka, “we open already!”, dan yang ada di dalam perut pesta pora kegirangan.

Kedai

Sarapan

Sumpah demi apapun kalo Chatuchak bisa lebih bikin kalap dibanding Asiatique!
Gemmmaaasss!! Tokonya banyak banget, barangnya murah-murah dan macem-macem banget!
Karena level ilmu pengendalian diri saya dan Mitla udah tinggi banget, kita berdua ninggalin Chatuchak tanpa effort berarti – padahal nangis kejer di dalam hati. Selain hemat duit, kita menyadari bahwa jadwal hari itu masih panjang, repot kali kesana-sini nenteng belanjaan.
Keren banget pokoknya – iya, nangis.


Khlong Lat Mayom; judulnya pasar apung, tapi yang jualan di area atas tanah jumlahnya jauh lebih banyak dibanding pedagang yang jualan secara terapung pake perahu.
Setelah cukup keliling pasar, kita ambil paket tour keliling sungai naik long-tailed boat selama 1.5 jam dengan harga 100 baht untuk foreigner.

 Pasar Apung

Long-tailed Boat Trip

Mampir sebentar di sebuah rumah tradisional; rumahnya bagus, tapi menurut saya gerbangnya yang paling bagus.


Dan ketemu nenek jualan; nggak ngerti jualan makanan apa.


Overall, Khlong Lat Mayom cukup ok dikunjungi kalo penasaran sama pasar apungnya Bangkok. Makanannya banyak banget, terlepas dari halal atau nggaknya ya, pemandangan aktivitas jual beli di perahu juga dapet, dan yang pasti rame banget. Denger-denger sih ini pasar apung yang terkenal di Bangkok. Kalo udah sampe sana better ambil tour long-tailed boatnya, walau agak bikin ngantuk karena anginnya sepoi-sepoi tapi paling nggak bisa ngerasain transportasi perahu di Bangkok.

Bangkok panas banget sih, waktu pagi sekitar 29° C dan siang sekitar 35° C. Lumayan lama ngadem di taxi dari Khlong Lat Mayom ke Grand Palace itu enak banget.
Karena kedatangan kita bertepatan sama peringatan hari meninggalnya Raja Thailand, Grand Palace waktu itu rame banget sama iring-iringan warga berbaju hitam. Beberapa jalan menuju Grand Palace ditutup dan macet dimana-mana. Gilaknya adalah macet yang mereka anggap parah menurut saya nggak seberapa dibanding macetnya Jakarta. Level macetnya Bangkok sejauh itu masih padat merayap, jagoan kita loh di Jakarta, macetnya sampe bisa kelarin skripsi.

Sampai Grand Palace kira-kira jam 1 siang, waktu dimana matahari lagi tinggi-tingginya dan galak-galaknya. Crowdednya Grand Palace pada waktu itu nggak kalah parah sama panasnya.
FYI, tiket masuk Grand Palace harganya cukup mahal, 500  baht, dan itu sudah kita perhitungkan juga sebelumnya dalam itinerary.
Emang  kali panas bisa banget bikin otak dan perasaan secara otomatis ngerubah haluan. Tekad yang sebelumnya sekeras semen tanpa campuran pasir, lembek juga pada akhirnya. Satu-satunya hal yang ada di otak kita berdua adalah ‘Keliling Grand Palace dengan kondisi sepanas ini dan dengan harga tiket semahal itu, ga worth it. Belom lagi liat itinerary masih panjang.’
Gimana kalo mimisan? Siapa yang gendong kalo pingsan kepanasan? Trus, gimana cara meyankinkan diri di tengah jutaan ketidakpastian?
Lah kok colongan.

Tapi serius parah sih panasnya, tips yang paling penting saat ke Grand Palace adalah bawa payung! Topi nggak ngefek signifikan; payung!

Tetep nggak mau rugi, walaupun nggak masuk tetap harus ada bukti kalo kita beneran menginjakkan kaki di (pelataran) Grand Palace.

 

Cari taxi di depan Grand Palace susahnya kayak move on dari Kamu.
Iya, batuk dulu boleh.
Tujuan kita selanjutnya adalah ngadem di mall fancy, Siam Paragon. Berkali-kali nggak sukses berhentiin taxi di depan Grand Palace; beberapa nolak jalan ke Siam Paragon (mungkin karena macet) dan kalopun ada yang bersedia, mereka pake tarif nembak, nolak pake argo.
Emang pada dasarnya hari gini taxi udah nggak boleh sombong. Sebagai customer, kita punya bargain power sangat besar setelah kemunculan Grab dan Uber.

Rezeki emang ga kemana; pada saat itu kita dikasih takdir baik dengan dipertemukan sama Mas Uber kece yang bahasa Inggrisnya bageus! Setelah ngobrol cukup panjang, si Mitla dengan polosnya nanya,
Are you single or married?
“I am married”
Dan saat itu juga kelarlah kekecean si Mas Uber.

Siam Paragon

Di Siam Paragon beneran kita ngadem sih; dan makan KFC (again! Selalu ini yang paling murah!). Putar-putar mall dan ga nemu yang special kecuali area bisokop di lantai paling atas. Sengaja nggak ambil gambar buat jaga image, walaupun di dalem hati ga berhenti bilang ‘gile gile gileeee’.

Jim Thompson House lagi-lagi kita ikhlaskan dengan pertimbangan siang tadi sudah berkunjung ke rumah traditional di Khlong Lat Mayom. Kita berdua, dengan kaki yang udah loyo, lebih excited untuk langsung ke Talad Neon yang kebetulan lokasinya nggak jauh – di belakang Siam Paragon.
Naik apa?
Jalan kaki.
Let’s go!

Sampai di titik jalan tertentu, diiringi rasa sok tau yang tinggi, saya bilang ke Mitla,
“Kayaknya kita mending lewat gang ini deh, Mit (kebetulan di sisi kiri jalan ada gang kecil yang menurut pemikiran saya akan langsung tembus di Mall Platinum)”
“Yuk”

Beberapa lama setelah jalan di dalam gang, sekilas saya liat ada mobil lewat di suatu tempat di ujung gang.
“Nah kan, ada jalan di depan. Harusnya itu Platinum sih”

Pas sampe di ujung gang,
“Kok sungai?!”
Jadi yang tadi saya liat bukan mobil, tapi perahu, transportasi sungai. Panik.

Beruntunglah ada jembatan untuk melanjutkan jalan sok tau.

 

Kelar jembatan ternyata ketemunya gang lagi.
Yaudah, jalan aja gausah pake mikir.
Syukurlah makin lama jalan ke tujuan terasa makin benderang, dan bener aja, ujung gang itu adalah Mall Platinum!
Waktunya masuk mall bentar buat nebeng ngadem.

Overall, jarak dari Siam Paragon ke Talad Neon nggak jauh, kira-kira 1.4 KM.
Dan kita berdua sampe di Talad Neon kepagian, kira-kira jam 5.30 pm.

Saya dan Mitla sama-sama pengen minum Thai Tea langsung di Thailand, and it happened! Beruntung kedai makanan ala cafe di Talad Neon sudah banyak yang buka.
By the way, ada prinsip yang hampir selalu saya pegang sejak jauh-jauh hari, kalo nyobain makanan di suatu tempat, jangan pesen sesuatu yang sama dengan temanmu, biar bisa saling cicip, kecuali kepepet.
Saya pesan Green Tea dan Mitla Thai Tea, harganya murah, masing-masing 35 baht.
Emang ada harga ada rasa ye, nggak enak blas!
 

Untuk maniak belanja, Talad Neon bukan night market yang saya rekomendasikan. Jumlah pedagang di night market ini termasuk sedikit, varian produknya kurang, tapi untuk makanan lumayan lengkap. Ya kalo niatnya emang ga belanja dan sekedar mau nikmatin malem aja sih cukup.

Sebelumnya saya dan Mitla mau ke Dalat Rot Fai, infonya sih ini night market yang terkenal. Tapi dengan pertimbangan badan yang udah mulai loyo (4 destinasi sebelumnya beneran nguras tenaga sih) dan Talad Neon-lah yang terdekat dari Siam Paragon, akhirnya kita putusin untuk Talad Neon-in aja.

Talad Neon
 
Can't get enough of Mango Sticky Rice

Udah lemes selemes-lemesnya, kira-kira jam 8 malam, saya dan Mitla akhirnya harus merasa cukup. Awalnya kita mau naik Grab/Uber/Taxi untuk balik ke hotel. Tapi kemudian lewat di pikiran, gimana kalo pulang ke hotel naik Tuk-Tuk, secara BTS dan MRT-nya Bangkok nggak sempat kita cobain.

Percayalah Google Map sangat berguna!
Untuk ngejelasin ke Mas Tuk-Tuk kita mau kemana, saya dan Mitla pakai bahasa peta. Nunjukkin Google Map dan biarkan mereka yang mikir, woohoo!
Agak alot karena ternyata jarak ±8 KM menuju hotel teralu jauh buat dijabanin pake Tuk-Tuk.
FYI, estimasi ongkos Uber/Grab/Taxi dari Talad Neon ke Siam Privi Residence adalah 100 – 120 baht. Karena segitu pengennya nyobain Tuk-Tuk, saya dan Mitla pasang harga 200 baht untuk naik Tuk-Tuk. Dan itu tawar-tawarannya sama sekali nggak gampang. Harga yang diminta Mas Tuk-Tuk adalah 300 baht! Dan syukurlah setelah Tuk-Tuk kesekian, kita berdua dipertemukan sama Mas Tuk-Tuk desperate yang mau ambil order kita senilai 200 baht walaupun sambil ngomel dan ugal-ugalan! Duh kita sih udah bodo amat, take it or leave it.
Ya walopun kesian juga sih Mas Tuk-Tuknya ketemu kita; sabar, kami ujian.

Mas Tuk Tuk Desperate

Hari terkahir di Bangkok harusnya kita sarapan pagi di Or Tor Kor (OTK) Market. Dari beberapa sumber di internet, pasar ini punya banyak jenis makanan yang bisa dicicip dan bukanya dari jam 6 pagi.
Tapi, lagi-lagi dengan pertimbangan kaki yang loyo banget ditambah kekhawatiran ganasnya antrian imigrasi bandara (yang mengharuskan kita spare waktu lebih banyak), sarapan pagi di Or Tor Kor (OTK) Market dibatalkan.

Kok segampang itu nyerah?
Well, nggak gitu juga sebenarnya. Untuk ke Or Tor Kor (OTK), waktu perjalanan dari hotel kesana (begitu pun sebaliknya) paling nggak butuh setengah jam pakai Uber/Grab/Taxi. Yang jadi masalah utama bukan waktu perjalanannya, tapi waktu gambling saat nunggu Uber/Grab/Taxi. Percayalah, berdasarkan pengalaman, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk nunggu Uber/Grab sejak waktu diorder sampai doi muncul di depan mata sekitar setengah jam sampai sejam! Malah ada Uber yang seenak perut cancel order setelah ditungguin hampir sejam dan ngabisin pulsa buat tek-tok posisi! Kan pengen dimakan tuh supirnya.

Okay, jadi pagi itu saya dan Mitla hanya jalan kaki ke ujung gang dan cari sarapan. Beruntung ada SeVel yang jual makanan microwave dengan isi ikan dan ayam. Soal perut, aman!


Sejak awal bikin rencana jalan, saya dan Mitla sangat sadar kalo waktu yang ada sangat mepet dan nggak bakal cukup, bahkan untuk nyelesaiin list tempat yang ada dalam itinerary kita. Yang penting jalan sih, let’s go-in aja.

Dan trip kali ini seriusan hemat banget!
Tiket pesawat PP + hotel 3 hari 2 malam kita dapet dengan 3.7 juta per orang. Selebihnya untuk transport, makan, dan beli pernak-pernik kecil, masing-masing kita kurang lebih ngabisin 1 juta aja. Sejujurnya yang paling bikin hemat adalah nggak terealisasinya rencana beli tiket masuk Grand Palace & Jim Thompson House, hehehe.

Jalan gih!
Ya dipikir dulu, tapi nggak usah kebanyakan.
Kadang kamu cuma butuh serokoan terus cabut.
Gitu sih.

P.S. Beberapa foto diambil dari dokumentasi Mitla.
P.P.S. Saya dan Mitla nggak naik BTS ataupun MRT selama di Bangkok. Pertimbangan satu-satunya adalah waktu yang terbatas. Waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain jauh lebih cepat pakai Uber/Grab/Taxi dibanding BTS atau MRT. Tapi barangkali tergantung juga sama tempat asal dan tujuanmu, nggak menutup kemungkinan BTS atau MRT lebih cepat; dan jelas lebih murah

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List