Marriage?

Okay.
Udah lama pengen nulis soal ini tapi nggak ngerti gimana menuliskannya dengan smooth, santai, rapi, dan nggak menimbulkan kesan ngebet.

Jadi baiklah, tiap hari liat gambar orang pamer cincin, undangan, senyum manja dipelaminan, atau mama muda posting bayi lucu, gengges juga sih.
Bentar ya ketawa dulu, hahahahahahahahahahaha.
Sebelumnya nggak pernah serius soal ginian, ya serius sih, tapi nggak gini-gini amat. Entahlah, mungkin semesta emang demen ngisengin mbak-mbak berumur 25 tahun.

Cari jodoh dan mutusin nikah itu nggak segampang anak SMP panggil pacarnya papi mami; nggak segampang bilang ‘yuk’ waktu ketemu sama yang klop.

Ketemu yang klop.
Nggak berlaku buat semua orang sih, cuma perihal ‘ketemu yang klop’ kalo dijalanin rasanya bisa kayak mendaki gunung lewati lembah dan ujungnya ketemu jurang.
Sampe dunia semodern ini, klop belum pernah punya parameter; atau mungkin ada, tapi semacam kue sagu, gampang ancurnya.
Ada sesuatu yang nggak ada di kamus manapun, yang dalam sekejap bisa menghancurkan parameter dan bangunan imajinasi tentang pasangan impian.
Runtuh segala kokoh parameter yang jadi pondasi idealismemu; tiba-tiba suka itu ajaib.

***
Seringkali kesal untuk jadi pemandu dan nggak bisa diam saat jadi follower; saya begitu mengistimewakan orang yang menempatkan saya sebagai patner.
Partner akan sering mendebat kamu, merasa benar sebagaimana kamu merasa benar, nggak mau kalah sebagaimana kamu nggak mau kalah, tapi bersamanya kamu akan menemui titik temu.
***

Saya nggak tau ya kamu berasal dari gua mana, tapi kamu harus setuju kalo hari gini basi banget ngomongin kasmaran melulu soal kasmaran. Kita tau sama tau kalo kasmaran rasanya mirip dengan mandi di kolam sirup; ya walopun kita belom pernah juga sih mandi di kolam sirup. Eh tunggu, kita?
Ok skip.
Yang harus kita sadari adalah manis membawa enek.
Suatu saat mulut akan menuntut rasa yang lain. Dan tentunya kita akan ketemu dengan kondisi baru. Yang bisa jadi kebalikannya manis; pahit.
...
Udah gitu aja.
Bye.
Ini absurd sih. Mau bikin analogi tapi gagal.

Jadi langsung aja.
Dengan kondisi dunia yang makin memprihatinkan, aku dan kamu harus terintegrasi dalam strategi dimana realistis jadi dasarnya.
Pada akhirnya, realistis membawa kita nggak bisa hanya berpegang pada ‘ketemu yang klop’. Seseorang dengan jutaan ide cerdas dan tekad sekuat kaki ibu-ibu belanja di mall belum tentu cukup meninabobokan batinmu. Kenyataan yang seringkali dianggap tabu; bagaimana rencanaku dan rencanamu memapankan diri selanjutnya dan selamanya dan bagaimana aku memantaskan diri untukmu juga kamu memantaskan diri untukku seyogyanya adalah bagian dari strategi yang harus diperjuangkan oleh masing-masing kita.
Saat satu dari kita menyerah atau nggak mau tau soal hal itu, di saat itu jugalah aku menemukan kita nggak lagi dalam sinergi.

...

semoga ada cahaya, petunjuk jalan, remah roti, apapun

...

Ini adalah tulisan terabsurd dengan ending terkentang yang menuntut untuk dipublish.
Tulisan, tulisan apa yang nggak jelas?
Tulisan nggak jelas.

Udah gitu aja.
Ok bye.

No comments:

Post a Comment

Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)

My Blog List