Aku..
Masih lekat kedua mata ini menatap sosok di depan cermin Ku perhatikan tiap bagian di tubuh ini. Lemah, tak berdaya, dan terlalu terbebani dengan jutaan pikiran yang terus memaksa masuk dalam diri ini, memaksa otakku untuk terus berputar melihat dan merasakan semuanya.
Ku perhatikan diriku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semuanya terlalu berharga untuk ku jadikan sebagai korban dari luapan emosiku.
Rambut indah yang terurai panjang yang selama ini menjadi mahkota kecantikan ku telah merekam begitu banyak memori di hidupku. Tumbuh perlahan sampai akhirnya dapat terurai hingga bawah bahu ku. Melihat begitu banyak keindahan di dalam nya, aku yakin rambut hitam ini tak pantas menjadi bahan luapan cela ku
Alis mataku. Banyak orang suka melihat alis mata ini. Tebal dan terlukis indah di atas kedua mataku. Terpikir lagi olehku, bahwa lukisan seindah ini terlalu sempurna untuk aku menerima cacian ku.
Kedua mata yang menyimpan banyak kenangan dan memori hidupku. Menjadi saksi semua yang pernah ku lihat di masa laluku dan kehidupan ku yang akan datang. Sebenarnya bukan mata yang terlalu indah yang membuat orang-orang mengagumi ku, tapi mata yang bisa membuatku mengagumi sosok-sosok yang hadir dan berlalu lalang di hidupku. Sebuah indera hebat yang membuat ku peka dan menyadarkan ku akan masa depan yang indah dan masa lalu buruk hidupku. Pengingat ku agar tak selalu memandang ke depan, tapi juga sejenak melihat ke belakang, menatap kenangan yang pernah ada sebagai cambuk dan pelajaran hidup yang berarti untukku.
Lagi-lagi, aku tak menemukan kesalahan di sini. Aku tak pantas menyalahkan sinar indah yang terpancar dari mata ini atas semua yang terjadi padaku.
Banyak orang yang menyukai bentuk hidungku. Mereka bilang hidungku mancung. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Arti hidung bagiku bukan hanya sebagai penambah keindahan wajahku. Hidung ini yang menuntunku untuk mencium berbagai wewangian surga di dunia ini. Tanpa boleh terlena, di balik semua keindahan nya, aku tak ingin hidung ini mencium aroma neraka yang kini sering berkeliaran dan mampu merasuk hingga ke dalam jiwa seseorang. Tapi, aku rasa bukan. Penyebab semua kepenatan yang aku rasakan tak satupun aku temukan di sini. Terlalu bermakna jika aku harus terus mencari-cari kesalahan di sini.
Tajam. Begitu banyak orang yang tersakiti karena mulut ini. Begitu banyak air mata yang jatuh sia-sia karena omong kosong yang terkadang bebas keluar dari mulut ini. Ini adalah pedang ku. Siapapun bisa sakit karenanya. Tapi dibalik semua ketajamannya, mulut ini mengantarkan ku untuk dapat bebas mengutarakan apa isi hatiku. Kadang manis, walaupun banyak duri-duri tajam terselip di dalamnya.
Mungkin, aku bisa sedikit mengoreksi diri di bagian ini, meskipun sepertinya terlalu berharga jika harus dijadikan sasaran caci diri ini.
Banyak orang yang telah menyentuh tangan ini. Begitu banyak kasih sayang yang kurasakan lewat tangan ini. Genggaman erat seseorang pernah kurasakan lewat tangan ini. Dari tangan ini pula, aku dapat merasakan apa yang mereka rasakan ketika mereka genggam tangan ini. Jari-jari renggang ini, suatu saat akan ada yang mengisinya, sehingga jariku dapat tertutup rapat dengan genggaman seseorang yang suatu hari akan menemaniku menjalani hidup masa depan ku.
Masih belum ku temui juga penyebab penat ku. Tangan ini tidak bersalah.
Tubuh kecil, kurus, dan kering ini adalah bagian terpenting dalam diriku. Tangan halus, suci, dan penuh ketulusan pernah menggangkat tubuh kecil ini. Tubuh yang dulunya lemah, tak berdaya dan tak bisa bangun sendiri ini, kini telah berubah menjadi tubuh yang kokoh. Telah berubah menjadi tubuh yang kuat dan melindungi hatiku dari pukulan keras yang sewaktu-waktu dapat membuat air mata ini jatuh.
Kupandangi lagi tubuhku. Tak banyak yang berubah dari diriku. Seorang bayi kecil dan suci yang kini telah berubah menjadi sosok gadis dewasa yang harus kuat menghadpai terjangan.
Ku alihkan pandangan ke arah kulit ku. kulit coklat yang selama ini ku anggap sebelah mata. Aku kira aku takkan bisa secantik gadis-gadis muda di luar sana karena kulit ku yang gelap. Tapi sempitnya pikiran ku itu runtuh ketika aku mulai sadar, bahwa aku seorang gadis yang hitam manis. Ya..itu sedikit membamgun rasa percaya diri ku.
Mulai kulihat lagi tubuhku. Sepasang kaki yang telah membawa ku dalam menempuh hidup dan sebagai penuntun setia yang menemaniku. Kedua kaki yang kadang salah langkah dalam meniti jalur lurus yang telah terbentang di jalan hidupku, namun sangat berharga karena ini menjadi modal hidupku untuk berjalan maju menantang kerasnya hidup yang ku lalui.
Lebih lekat aku menatap bayangan diri di cermin itu. Apa yang salah? Tak ku temukan sumber penat ini di setiap bagian tubuh ku. Apa yang membuat aku jadi begini?
Sejenak aku diam, tanpa gaduh dan ciptakan sunyi. Ku pandangi lagi tubuhku yang kini telah terkulai lemas. Air mata itu masih terus menetes, tanpa aku tahu apa yang membuat nya terus menetes.
Dalam diam, tangan ku bergerak dan ku coba sentuh hati ini. Pelan, tapi ku dapat merasakan semua itu. Sampai akhirnya, ku temukan semuanya.
Hati. Ya..hati ini. Semuanya berasal dari hati ini. Hati yang terlalu ku paksakan untuk menanggung semua sendiri. Hati yang telah tertutup titik-titik noda yang sama sekali tak mampu di tembus sinar. Kenapa hatiku? Apa aku terlalu egois? Apa aku sama sekali tak pernah peduli pada keluhan hatiku sendiri?
Semua yang aku lakukan hanya menuruti keinginan ku tanpa peduli dengan semua masalah yang tersimpan di hati ini. Hati ku sudah terlalu penuh oleh tumpukan masalah di tiap sudutnya. Aku tak pernah peduli itu. Yang ku lakukan hanya lari dan coba menghindar dari semua itu tanpa ada niat untuk menyelesaikan dan menghilangkan tumpukan masalah dalam hati ini.
Aku yang salah. Aku tak boleh menyalahkan hati yang menyimpan semua penat ku ini. Aku yang sebenarnya berdosa karena membiarkan semua masalah sampah ini terus tertimbun di hatiku.
Aku masih di depan cermin, mencoba berbaring sambil memikirkan semua tentangku. Ini hidupku. Aku harus bisa temukan jalan keluar dari terowongan gelap yang membuat ku tak bisa tenang selama ini. Masalah-masalah yang selama ini menjadi penggemarku harus segera aku tuntaskan. Harus.
Cerita hidup yang telah tercipta untukku harus dapat ku mainkan sesempurna mungkin. Tanpa cela dan tanpa kesalahan. Pecahkan masalah dalam diam. Ikuti hati dan terus berkaca pada cermin. Mungkin, coba bersyukur dan jalani semua skenario ini dengan baik adalah jalan terbaikku untuk saat ini.
Ku perhatikan diriku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semuanya terlalu berharga untuk ku jadikan sebagai korban dari luapan emosiku.
Rambut indah yang terurai panjang yang selama ini menjadi mahkota kecantikan ku telah merekam begitu banyak memori di hidupku. Tumbuh perlahan sampai akhirnya dapat terurai hingga bawah bahu ku. Melihat begitu banyak keindahan di dalam nya, aku yakin rambut hitam ini tak pantas menjadi bahan luapan cela ku
Alis mataku. Banyak orang suka melihat alis mata ini. Tebal dan terlukis indah di atas kedua mataku. Terpikir lagi olehku, bahwa lukisan seindah ini terlalu sempurna untuk aku menerima cacian ku.
Kedua mata yang menyimpan banyak kenangan dan memori hidupku. Menjadi saksi semua yang pernah ku lihat di masa laluku dan kehidupan ku yang akan datang. Sebenarnya bukan mata yang terlalu indah yang membuat orang-orang mengagumi ku, tapi mata yang bisa membuatku mengagumi sosok-sosok yang hadir dan berlalu lalang di hidupku. Sebuah indera hebat yang membuat ku peka dan menyadarkan ku akan masa depan yang indah dan masa lalu buruk hidupku. Pengingat ku agar tak selalu memandang ke depan, tapi juga sejenak melihat ke belakang, menatap kenangan yang pernah ada sebagai cambuk dan pelajaran hidup yang berarti untukku.
Lagi-lagi, aku tak menemukan kesalahan di sini. Aku tak pantas menyalahkan sinar indah yang terpancar dari mata ini atas semua yang terjadi padaku.
Banyak orang yang menyukai bentuk hidungku. Mereka bilang hidungku mancung. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Arti hidung bagiku bukan hanya sebagai penambah keindahan wajahku. Hidung ini yang menuntunku untuk mencium berbagai wewangian surga di dunia ini. Tanpa boleh terlena, di balik semua keindahan nya, aku tak ingin hidung ini mencium aroma neraka yang kini sering berkeliaran dan mampu merasuk hingga ke dalam jiwa seseorang. Tapi, aku rasa bukan. Penyebab semua kepenatan yang aku rasakan tak satupun aku temukan di sini. Terlalu bermakna jika aku harus terus mencari-cari kesalahan di sini.
Tajam. Begitu banyak orang yang tersakiti karena mulut ini. Begitu banyak air mata yang jatuh sia-sia karena omong kosong yang terkadang bebas keluar dari mulut ini. Ini adalah pedang ku. Siapapun bisa sakit karenanya. Tapi dibalik semua ketajamannya, mulut ini mengantarkan ku untuk dapat bebas mengutarakan apa isi hatiku. Kadang manis, walaupun banyak duri-duri tajam terselip di dalamnya.
Mungkin, aku bisa sedikit mengoreksi diri di bagian ini, meskipun sepertinya terlalu berharga jika harus dijadikan sasaran caci diri ini.
Banyak orang yang telah menyentuh tangan ini. Begitu banyak kasih sayang yang kurasakan lewat tangan ini. Genggaman erat seseorang pernah kurasakan lewat tangan ini. Dari tangan ini pula, aku dapat merasakan apa yang mereka rasakan ketika mereka genggam tangan ini. Jari-jari renggang ini, suatu saat akan ada yang mengisinya, sehingga jariku dapat tertutup rapat dengan genggaman seseorang yang suatu hari akan menemaniku menjalani hidup masa depan ku.
Masih belum ku temui juga penyebab penat ku. Tangan ini tidak bersalah.
Tubuh kecil, kurus, dan kering ini adalah bagian terpenting dalam diriku. Tangan halus, suci, dan penuh ketulusan pernah menggangkat tubuh kecil ini. Tubuh yang dulunya lemah, tak berdaya dan tak bisa bangun sendiri ini, kini telah berubah menjadi tubuh yang kokoh. Telah berubah menjadi tubuh yang kuat dan melindungi hatiku dari pukulan keras yang sewaktu-waktu dapat membuat air mata ini jatuh.
Kupandangi lagi tubuhku. Tak banyak yang berubah dari diriku. Seorang bayi kecil dan suci yang kini telah berubah menjadi sosok gadis dewasa yang harus kuat menghadpai terjangan.
Ku alihkan pandangan ke arah kulit ku. kulit coklat yang selama ini ku anggap sebelah mata. Aku kira aku takkan bisa secantik gadis-gadis muda di luar sana karena kulit ku yang gelap. Tapi sempitnya pikiran ku itu runtuh ketika aku mulai sadar, bahwa aku seorang gadis yang hitam manis. Ya..itu sedikit membamgun rasa percaya diri ku.
Mulai kulihat lagi tubuhku. Sepasang kaki yang telah membawa ku dalam menempuh hidup dan sebagai penuntun setia yang menemaniku. Kedua kaki yang kadang salah langkah dalam meniti jalur lurus yang telah terbentang di jalan hidupku, namun sangat berharga karena ini menjadi modal hidupku untuk berjalan maju menantang kerasnya hidup yang ku lalui.
Lebih lekat aku menatap bayangan diri di cermin itu. Apa yang salah? Tak ku temukan sumber penat ini di setiap bagian tubuh ku. Apa yang membuat aku jadi begini?
Sejenak aku diam, tanpa gaduh dan ciptakan sunyi. Ku pandangi lagi tubuhku yang kini telah terkulai lemas. Air mata itu masih terus menetes, tanpa aku tahu apa yang membuat nya terus menetes.
Dalam diam, tangan ku bergerak dan ku coba sentuh hati ini. Pelan, tapi ku dapat merasakan semua itu. Sampai akhirnya, ku temukan semuanya.
Hati. Ya..hati ini. Semuanya berasal dari hati ini. Hati yang terlalu ku paksakan untuk menanggung semua sendiri. Hati yang telah tertutup titik-titik noda yang sama sekali tak mampu di tembus sinar. Kenapa hatiku? Apa aku terlalu egois? Apa aku sama sekali tak pernah peduli pada keluhan hatiku sendiri?
Semua yang aku lakukan hanya menuruti keinginan ku tanpa peduli dengan semua masalah yang tersimpan di hati ini. Hati ku sudah terlalu penuh oleh tumpukan masalah di tiap sudutnya. Aku tak pernah peduli itu. Yang ku lakukan hanya lari dan coba menghindar dari semua itu tanpa ada niat untuk menyelesaikan dan menghilangkan tumpukan masalah dalam hati ini.
Aku yang salah. Aku tak boleh menyalahkan hati yang menyimpan semua penat ku ini. Aku yang sebenarnya berdosa karena membiarkan semua masalah sampah ini terus tertimbun di hatiku.
Aku masih di depan cermin, mencoba berbaring sambil memikirkan semua tentangku. Ini hidupku. Aku harus bisa temukan jalan keluar dari terowongan gelap yang membuat ku tak bisa tenang selama ini. Masalah-masalah yang selama ini menjadi penggemarku harus segera aku tuntaskan. Harus.
Cerita hidup yang telah tercipta untukku harus dapat ku mainkan sesempurna mungkin. Tanpa cela dan tanpa kesalahan. Pecahkan masalah dalam diam. Ikuti hati dan terus berkaca pada cermin. Mungkin, coba bersyukur dan jalani semua skenario ini dengan baik adalah jalan terbaikku untuk saat ini.
No comments:
Post a Comment
Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)