Salah satu yang paling benar sekaligus paling menakutkan di dunia ini adalah ‘Hadapi aja’. 

Yang bilang gitu fix sih minta dipukul sembari disayang. 


‘Hadapi aja’ itu seringkali cuma butuh berani. 

Meskipun ‘berani’ ya nggak ‘cuma’ sih. 


Waktu mau maju, takut. 

Tapi mundur, udah jelas begitu-begitu aja. 


Nantangin rasa takut diri sendiri itu kemungkinannya banyak - ujungnya bisa enak, bisa nggak. Tapi kadang kitanya aja sih yang belum siap menerima kenyataan. Kenyataan atas diri sendiri, atau atas keadaan, atau atas apapun, sehingga seolah-olah kita baru sadar kalau kita beneran bodoh atau ternyata kita lebih hebat. 


Buat saya, saat ada di titik paling rendah, yang paling bisa dilakukan adalah menerima. Kenapa harus merasa tersakiti kalau pada kenyataannya dirimu sendiri tau, seratus persen sadar belum sejago itu, belum sepintar itu, belum sebaik itu, belum semampu itu, belum sekaya itu, belum seberuntung itu, belum sehebat itu, apapun yang membuatmu merasa kamu begitu buruk. 

Ya terus kenapa kalau nyata-nyata memang diri kita belum di sana? 

Kan tau. Kan sadar. 

Yaudah maju lagi aja nggak sih? Hadapi aja kenapa? *lemparinbotol 


Terima kasih untukmu yang sudah pernah mencoba. 

Kamu pemberani. Meski mungkin kamu bodoh, kamu ceroboh, kamu pernah salah, atau kamu terlalu rendah diri, atau kamu terlalu heboh. 


Mlaku Ora Mlayu

by on October 06, 2022
Salah satu yang paling benar sekaligus paling menakutkan di dunia ini adalah ‘Hadapi aja’.  Yang bilang gitu fix sih minta dipukul sembari d...


Rasanya kayak ngumpulin nyawa baru. 

Banyak takutnya, banyak ragu, banyak alasan; kadang juga dipenuhi jebakan indah masa lalu. 

Namanya juga life. 

Kalo cinta namanya luv. Cegitu. 


Lagi sering-seringnya mengingatkan diri sendiri untuk bersedia bodoh lagi. Yuk dong kosongin lagi gelasnya supaya bisa belajar banyak hal baru. Diturunin dulu segala nafsu, ego, dan gengsinya; penting untuk bisa berteman dengan segala kondisi, bisa legowo memulai kembali dari bukan apa-apa dan belum siapa-siapa. 


Tiap bangun pagi rasanya kayak ditantangin semesta, “Hayo mau ngapain?” 

Rasa nggak nyaman dan payahnya ada banget. 


Semacam mengulang sejarah. Dulu sekali, secara sengaja, Ibu saya memulai kembali hidup dengan segala ketidaknyamanan waktu anaknya sudah 2; usia saya belasan awal, baru mulai masuk SMP. Saat itu, dipikir-pikir, mau apa lagi? Ibu saya punya karir, Bapak aktif bekerja, hidup layak, tapi semua yang nyaman itu sekonyong-konyong ditinggal. Ibu membuat sendiri ombak di laut tenangnya. Pindah dari kampung ke Bandung bukan hal mudah. Saya menonton perubahan hidup Ibu, berjuang lagi untuk dapat posisi di kantor baru; dari yang biasanya selalu pulang kantor malam hari, berubah tiap sore sudah sampai di rumah - dia benar-benar memulai lagi dari bukan siapa-siapa. Dari yang tadinya mau makan atau jajan apapun dibolehin Ibu, berubah jadi sangat terbatas. Hingga ada hari dimana terjadi drama tangis-tangisan hanya karena saya ngotot beli seragam paskibra sedang di saat yang sama uang keluarga harus keluar untuk bayar S3 Bapak. Di periode itu, terasa banget hidup keluarga saya dimulai lagi dari awal. Tapi Ibu, dengan segala sulapnya, keberaniannya, kenekatannya, keyakinannya, hitung-hitungannya, dengan segala hal yang sering saya anggap nggak masuk akal, selalu bisa membuktikan kalau manusia cuma butuh tekad. After all, she nailed it! I am a proud kid. Dari sekian banyak hal berseberangan antara saya dan Ibu, keberanian Ibu adalah sesuatu yang kagumi. 


Benar bahwa hidup adalah soal cari kenyamanan. 

Tapi katanya mau level up? 


Juga, karena mimpimu selalu penting. 

Dan sebagaimana yang sudah-sudah di dalam hidup, kita hampir selalu rela susah payah demi yang penting. 

Kira-kira akan sama kondisinya jika kamu memimpikan pagi dengan sarapan soto ayam bening campur nasi. Ditambah lauk mendoan dan kerupuk makin enak. Setengah mati sebelum tidur kamu akan googling warung soto yang buka paling pagi dengan review paling baik. 

Ini sebenernya maksa dan kejauhan. Tapi gimana dong, aku lagi pingin makan soto ayam campur nasi. 


Pernah seorang manusia hampir putus asa karena nggak kunjung menemukan remang cahaya, jalan bagus, atau tanda-tanda manusia lain. Tapi, dia terus berjalan. Dengan bekal percaya bahwa jalan yang dilalui adalah jalan yang benar, dia benar-benar sampai pada akhirnya. 

Lain hari dia pikir tidak sampai, ternyata pelajaran Tuhan ada di sana. 


Semoga kita selalu mampu mengiring mimpi bersama usaha. Melangitkannya bersama doa-doa baik yang tak putus, yang bisa dari manapun asalnya. 


Karena nggak pernah ada cerita pelaut jago di air tenang, atau hiu lahir dari kolam teri, atau Bu Gendut yang tiba-tiba laris dagang nasi di Blok M. 

Jadi, mari pakai seat-beltnya. Semoga perjalanan kita semua menyenangkan. Hati-hati di jalan. 


Level Up

by on May 25, 2022
Rasanya kayak ngumpulin nyawa baru.  Banyak takutnya, banyak ragu, banyak alasan; kadang juga dipenuhi jebakan indah masa lalu.  Namanya j...


Pagi hari, di mana saya lagi sibuk-sibuknya bikin sarapan, hati dibuat gemuruh oleh Album Manusia di telinga. Hari itu tepat hari ke-2 album ini diluncurkan. 

Rasanya ingin buru-buru cuci tangan dan cari Microsoft Word. 

Riuh sekali, banyak yang ingin segera tumpah, eh keduluan Covid. LOL. 


Seberat apapun dewasa mengujimu, tak kan lebih dari yang engkau bisa.

Tulus – Tujuh Belas 


Nggak pernah sengaja ingin nulis review, dan memang bukan, tapi yang ini rasanya beda. Gemuruhnya perlu dilampiaskan supaya nggak berlarut-larut ganggu pikiran. 


Dengar album ini rasanya lagi puk-puk diri sendiri. Macam orang kena pukul, duh sakit, eh tapi baik-baik aja. Eh, kena pukul lagi. Sakit juga ya. Tapi masih bisa berdiri kok, masih bisa lari, even masih mampu ngerjain lemburan agar besok bos happy, yok bisa yok. Eh, dipukul lagi. Yaudah, “Tolong ya, Tuhan, bikin aku baik-baik aja.” 


*** 


Lihat langit di balik jendela bening yang jadi arena juang belasan jam tiap hariku~

Tulus - Kelana 


Salah satu pertanyaan paling random dari Instagram yang pernah aku temukan; juga paling ingin dijawab secara panjang lebar tapi cape:

“Hal terberani yang kamu pernah lakukan dalam hidup?”

Well, resign! Salah satu diantaranya.

Kerja misuh, nggak kerja, rindu.

Baru sadar kalau ternyata, buat saya, punya karir bukan sekedar untuk kasih makan perut, tapi kasih makan ego, jiwa, sama otak juga. 


Karena hidup selalu dihadapkan oleh pilihan-pilihan.

Takut ambil pilihan juga bikin masalah baru nggak sih?

Jarang-jarang, tapi yaudah gas aja. 


Aku rasakan, yakinmu dilawan ragu.

Tapi sampai kapan kamu menahan-nahan, bila pergi itu solusi.

Tuk kejar mimpimu, kejar perlumu, kejar maumu.

Tulus – Remedi 


*** 


Omong-omong, lagu juara satu-ku di album ini adalah Interaksi.

Rasanya kayak, “Asal aku bisa tetap dapat koin isi ulang untuk melanjutkan bucin bodohku, yaudah sini mana sakit-sakitnya aku terima sini.”

Kondisi di mana udah tau sakit tapi ya masih dicobain. 


Entah ini ingin, entah ini sayang.

Si hati rapuh tantang wahana.

Tulus – Interaksi 


Dear Mas Tulus, aku baca banget pesan yang sesungguhnya berbunyi paling lantang dan penuh yakin di antara kerendahan hati yang sengaja dibuat untuk sembunyi dalam lagu Interaksi, “Atau mendekatlah.” 


Di album ini rasanya Tulus manusia banget.

Emang orang jatuh cinta adalah manusia paling juara di muka bumi dan seluruh galaksi.

Dalam kondisi nyaris nggak bisa menyelamatkan diri sendiri pun masih bisa bilang,

Ini semua bukan salahmu, punya magis perekat yang sekuat itu.

Tulus – Jatuh Suka 


Tapi aduh Mas Tulus, please.

“Maafkan, aku jatuh suka.”

Jadi selama ini, cuma suka? Belum cinta? 


Padahal diantara,

“Detik-detik terus menitik.

Garis rindu menuju kamu.”

Tulus – Ingkar

Aku sudah merasa, “Beginikah surga?” 


Yuk bangun.

Ada kenyataan yang nunggu dibukain pintu. 

 

Kukira kita akan bersama, begitu banyak yang sama, latarmu dan latarku.

Kukira tak kan ada kendala. Kukira ini kan mudah, kau aku jadi kita.

Tulus – Hati-Hati di Jalan

 

Yuk sini kita ngobrol sambil ngopi, Mas Tulus, hahahaha.

Justru yang paling mengkhawatirkan adalah ketemu kenyataan bahwa kita begitu sama. Kalau kamu kira takkan ada kendala, aku menemuinya sebagai muara dari segala perkara, yang membuat ‘kau aku nggak pernah menjadi kita’.

Dua bentuk yang sama nggak akan pernah bisa membuat puzzle jadi sempurna, nggak sih?

Sampai di sini apakah wangi indomie di surga masih terasa? 


*** 

 

Buat saya, summary album ini adalah dinaikin, dijatuhin, dinaikin lagi, jatuh sampe bonyok, lalu disuruh ikhlas dan baik-baik saja. Yaduh Mas Tulus, kamu loh. 


Hari ini kau berdamai dengan dirimu sendiri.

Kau maafkan semua salahmu ampuni dirimu.

Tulus – Diri. 


Dan album ini ditutup dengan pernyataan paling ikhlas, paling bijaksana, dan melegakan lewat, “Hiduplah kini.” 


Terima kasih jalan-jalannya, Tulus.

Diantaranya panjangnya panas dingin dan sakit sembuh, aku jatuh cinta lagi.


Bukan Review Album

by on March 17, 2022
Pagi hari, di mana saya lagi sibuk-sibuknya bikin sarapan, hati dibuat gemuruh oleh Album Manusia di telinga. Hari itu tepat hari ke-2 album...


“Aku yang rela terluka untukmu selalu,”

Wih apa nih. Manusia apaan. 


Di antara DBD positive dan gatal sekujur tubuh karena campak, andil kesalahan paling besar malam ini adalah pilihan set lagu pengantar tidur. 


Udah gitu ujungnya, “Ku janjikan aku ada.”

Fix bukan manusia. 


Menjelang tidur. Ceritanya pasang lagu, yang ada malah gagal tidur.


***

 

Kalau itu hanya cukup jadi kata pengantar, saya sungguh bingung mikirin apa lagi yang mesti ditulis untuk jadi lanjutannya.

 

***


“Tak akan pernah usai cintaku padamu.

Hanya kata yang lugas yang kini tercipta,”

Duh, setiap kali dengar Dewa rasanya ingin jadi penyair aja.

 

Ah, andai kita selalu sadar bahwa yang kita tau jauh lebih sedikit dibanding apa yang tidak. Mungkin kita nggak akan se-egois level egois yang tidak pernah mau kita akui karena kita terlalu egois.

 

Cari topik sama cari jodoh lebih sulit mana deh?

Kok nggak kunjung merasa ketemu yang pas; topiknya.

Memang tulisan yang diusahakan terlalu menggebu kadang justru jadi ujian baru.

Dan nulis tulisan masterpiece itu gimana rasanya?

 

Hidup terus berjalan, ya kan.

Terselip doa di antara banyak sekali permintaanku yang jauh dari pelabuhanmu.

Perlahan semua menuju ke arah yang makin baik-baik saja.

 

Dan seharusnya jangan pernah ada pagi buru-buru.

Minum es teh manis waktu sarapan, apa salahnya?

Jangan sengaja berbagi bekal kalau tahu bekalnya nggak akan cukup.

Kecuali kamu lagi jatuh cinta, bekalnya pasti dicukup-cukupin.

Salah satu kehebatan manusia muda yang jatuh cinta, sadar mengundang sakit pun dicobain.

 

Kita hanya nggak boleh berhenti mencoba.

Dan tidur 8 jam kalau bisa.

 

Nggak aman ya, nggak aman.

Tidur kali ya.

 

P.S. Usaha paling menyebalkan adalah membuat metafora untuk memburamkan kalimat yang sempurna tapi bahaya. Antara nggak usah dibikin metafor atau nggak perlu ditulis; saya pilih yang kedua.

Dunia Sebelum Tidur

by on February 17, 2022
“Aku yang rela terluka untukmu selalu,” Wih apa nih. Manusia apaan.  Di antara DBD positive dan gatal sekujur tubuh karena campak, andil k...

My Blog List