Setelah Sabang (read here: Ayo ke Sabang!) & Banda Aceh (read here: A Short Visit to Banda Aceh), trip paling
banyak mau sepanjang 2018 saya lanjutkan ke Berastagi – Medan.
Hal pertama yang saya cari begitu landing di Kualanamu adalah Damri Bandara; bukan kereta, bukan taxi online. Kenapa? Murah!
Foto Gunung Sinabung di atas saya ambil di spot tertentu setelah keliling cari tempat buat nikmatin pemadangan. Tempat secuil yang masih bisa buat nikmatin pemandangan Gunung Sinabung, tempat yang justru nggak ada orang yang sengaja kesitu. Terus itu orang-orang ke Bukit Gundaling mau ngapain? Kalo cuma mau gelar tiker di bawah tenda aja kan bisa di halaman rumah! Kesel akutuh!
Kampung tradisional Desa Lingga
Sejujurnya saya kurang bisa menikmati indahnya Istana Maimun karena pada waktu itu buat napas aja suseh. Tapi saya harus bilang kalo Istana Maimun punya interior yang cantik.
Hal pertama yang saya cari begitu landing di Kualanamu adalah Damri Bandara; bukan kereta, bukan taxi online. Kenapa? Murah!
Sejak landing di Kualanamu, mata
saya selalu fokus ke papan petunjuk Damri Bandara. Damri Bandara stand by di
dekat pintu kedatangan. Petunjuk arahnya cukup jelas, jadi nggak perlu bingung.
FYI, tarif Damri dari Bandara Kualanamu ke Medan Fair Plaza di pusat kota Medan
cukup Rp 20,000 aja; sedangkan naik Grab kurang lebih Rp 120,000, taxi bandara
Rp 200,000, dan kereta bandara (kalo nggak salah) Rp 100,000.
Berastagi, Indonesia
Kalo Bogor punya Puncak, Medan
punya Berastagi.
Untukmu yang punya rencana ke
Berastagi di waktu weekend, berangkatlah pagi-pagi sekali untuk menghindari
macet berkepanjangan yang bisa bikin kamu nggak dapat apa-apa.
Untuk ke Berastagi, saya pakai
jasa rental mobil supaya nggak ribet, cepat, dan bisa kemanapun. Pagi itu, saya
berangkat dari hotel di Medan kurang lebih jam 6.15.
Karena masih sangat lancar, di
jam 8 pagi saya sudah duduk manis buat sarapan di daerah Penatapan, di
perjalanan menuju berastagi.
Bukit Gundaling
Tempat pertama yang saya datangi
adalah Bukit Gundaling. Pemandangan yang paling spektakuler dari Bukit
Gundaling adalah Gunung Sinabung.
Ketahuilah bahwa nggak semua yang
keliatan bagus itu beneran bagus. Begitu masuk ke dalam kawasan Bukit
Gundaling, saya nggak pengen turun dari mobil. Jijik. Kotoran kuda berceceran
di sepanjang jalan. Serius.
Sorry to say, kawasan Bukit
Gundaling menurut saya kumuh dan kotor sekali. Di sisi jalan banyak lapak &
warung yang nggak tertata rapi dan menutupi pemandangan. Di sepanjang jalan,
yaudah ga perlu saya ceritain ulang lah ya ada apaan. Wisata naik kuda itu
seru, tapi perilaku manusianya loh bikin nggak seru.
Di bawah jijik, di atas sedih.
Duh, Bukit Gundaling penuh sama
tenda-tenda sewaan yang dipasang lengkap dengan tikar. Udah ga usah bayangin
bisa duduk bengong nikmatin pemandangan Gunung Sinabung. Yang bakal kamu temui adalah
kumpulan acak atap terpal biru yang dipasang semau-mau, sampai kamu bingung,
“Liat pemandangannya di sebelah mana?”
Foto Gunung Sinabung di atas saya ambil di spot tertentu setelah keliling cari tempat buat nikmatin pemadangan. Tempat secuil yang masih bisa buat nikmatin pemandangan Gunung Sinabung, tempat yang justru nggak ada orang yang sengaja kesitu. Terus itu orang-orang ke Bukit Gundaling mau ngapain? Kalo cuma mau gelar tiker di bawah tenda aja kan bisa di halaman rumah! Kesel akutuh!
Soal retribusi masuk, saya nggak
ingat sama sekali besarannya; tapi normal, baik untuk tarif masuk mobil maupun
per orangnya.
Tanpa bermaksud menjelekkan suatu
daerah wisata, harus banget diseriusin sih tempat ini sama pemerintah
daerahnya; dan bagaimanapun juga, sama warga sekitarnya. Kasian kan orang
jauh-jauh datang pake ekspektasi gambar instagram atau gambar bagus hasil
googling, pas sampe taunya menyedihkan?
Bukit Kubu
Bukit Kubu punya halaman rumput
hijau yang gede banget, yang bisa buat
guling-guling, lari-lari girang ala bocah, gegoleran semaunya, dan piknik taman
macam bule di luar negeri, yang mirip sama halaman rumahnya Teletubbies.
Kalo dari pagi sudah sampai di Berastagi, saya sangat merekomendasikan mampir
leyeh-leyeh dulu Bukit Kubu selagi masih sepi. Jelang siang, Bukit Kubu sudah
nggak menarik lagi (buat saya) karena berubah jadi lautan orang :')
Rumah Pengasingan
Soekarno
Rumah Pengasingan Soekarno ada di
belakang Bukit Kubu. Di luar dugaan, Rumah Pengasingan Soekarno jadi tempat
favorit saya di Berastagi. Tenteram; aman, damai, tidak kacau, tidak rusuh, dan
toiletnya bersih (!).
Soekarno diasingkan ke tempat ini
selama 12 hari. Entah kenapa, saya merasa kalo dulu Soekarno bahagia diasingkan
ke tempat ini. Tempatnya dingin, jauh dari ramai, rumah bagus, punya halaman
luas; ya dong? Maafkan saya ngaco :')
Bougainvillea ini ditanam sendiri oleh Bung Karno
Rumah Pengasingan Bung Karno ini free entrance ya. Akan ada
petugas-petugas baik yang bersedia ngedongenging sepanjang kita keliling di
tempat ini. Jangan salah, status mereka PNS.
Taman Lumbini
Ya kalo mau foto sok-sok lagi di
Thailand, kesini ajalah.
Hari minggu adalah hari ibadah
untuk mereka. Jadi, saya cuma jalan-jalan di luar kuil.
Nggak ada biaya masuk
tertentu yang ditetapkan untuk berkunjung ke Taman Lumbini. Pengunjung hanya
diminta untuk isi buku tamu dan memberi donasi seikhlasnya. Hal yang saya
rasa paling miris adalah jalan akses ke Taman Lumbini. Kok ya jalannya masih
batu-batu dan sempit buat simpangan. Ah kan, sedih lagi akutuh :')
Siang itu Berastagi mulai
macet dimana-mana karena penuh sama wisatawan libur lebaran. Atas nama mager, dan udah
kebayang-bayang Durian Ucok, saya memilih untuk segera kembali ke Medan. 2
tempat dalam itinerary Berastagi yang nggak jadi saya kunjungi:
Kampung tradisional Desa Lingga
Perkampungan Batak Karo yang
punya rumah adat batak berusia ratusan tahun.
Gundaling farmstead
Minum susu segar di peternakan
sapi.
Medan, Indonesia
Selama di Medan, fokus saya beneran cari makanan, nggak pengen-pengen amat kesana-sini yang penting kesampean makan; ya walaupun banyak makanan yang ga kesampean juga pada akhirnya.
RM Sinar Pagi
Tempat makan ini punya Soto Medan
yang enak banget (katanya). Waktu saya kesana, RM Sinar Pagi masih tutup karena
libur lebaran. Jadi, daripada nggak kesampean, saya makan Soto Medan di tempat
makan persis di sebelah RM Sinar Pagi. Iya,
miris.
Soto Medan kurang lebih mirip
dengan Soto Betawi atau Empal Gentong. Warnanya kuning pekat karena
rempah-rempah, pakai santan, dan untuk isinya kita bisa pilih ayam atau daging.
Enak!
Ucok Durian
Ini yang udah kebayang-bayang
sejak dalam kandungan, pas disamperin ternyata masih tutup juga. Aku loh sedih!
Udah ga perlu dijelasin ya disini
makan apaan, DURIAN! Mau yang bentuknya buah, yang kupas, yang jadi pancake,
pokoknya durian!
Bakso Amat
Kata driver saya, orang dari
segala tempat dateng ke Medan untuk makan Bakso Amat. Ya mau percaya mau nggak,
tapi barisan mobil yang parkir di depan Bakso Amat ini panjangnya emang nggak
wajar sih. Karena males repot, Bakso Amat akhirnya digojekin ke hotel buat makan
malam.
Saya makan 1 porsi mie ayam bakso
dan 1 porsi bakso. Soal rasa, selera ya. Rasanya enak. Tapi ya udah gitu aja.
Kuliner Malam Merdeka Walk
Boro-boro
jalan malam buat kulineran, yang kejadian selama 2 malam di Medan adalah, “Duh
mager. Gojekin ajalah.” Iya, kebangetan emang.
Bye Merdeka Walk, mungkin lain
waktu kita bertemu, saat aku sudah berubah menjadi orang yang lebih rajin,
ambisius, dan nggak mageran.
Kedai Kopi Apek
Ini kasusnya sama persis dengan
Merdeka Walk.
“Aku nanti mau ngopi sambil makan
roti bakar di Kopi Apek.” Begitu kena kasur yang kejadian adalah, “Aduh mager.”
Gitu aja terus sampai kau hancurkan aku dengan sikapmu~
Jadi, Kedai Kopi Apek ini begitu legendaris.
Kata internet sih, “Kedai kopi ini adalah yang tertua di Medan
karena sudah ada sejak tahun 1923.” Ditambah suasananya yang “jadul apa-adanya”
sudah bikin aku jatuh cinta sebelum bertemu.
Tip-Top
Ice Cream
Inilah
ice cream legendaris ala Toko Oen Semarang atau Ragusa di Jakarta. Tip-Top Ice
Cream ada di daerah “Kota Tua”-nya Medan dan hanya sekedar saya lewati, tanpa
mampir.
Loh, kenapa?
Waktu
itu saya nggak pengen-pengen amat makan ice cream jadi malas untuk cari parkir
dan turun dari mobil. Semau-mau lu dah.
Resto-Resto India
Saya cinta makanan India! Kebetulan
penginapan saya saat itu di daerah Kampung India, known as Kampung Keling, jadi
kanan kiri penginapan adalah restoran India. Aku bahagia!
Well, saya nggak bermaksud untuk spesifik
cerita soal tempat makan India. Saya cuma lagi ngode kali aja ada yang mau
ngajakin makan makanan India! Hahahaha.
Karena dari yang udah-udah, orang sekitar saya nggak banyak yang suka makanan
India. Ya kali aja kan kan kan~
Istana Maimun
Jangan lupa mampir ke
Istana Maimun supaya lebih keliatan asik kalo suatu hari diajak ngobrol orang,
“Pernah ke Medan, kan? Tau dong
gimana Istana Maimun, bla bla bla.”
“Oh, iya banget! Itu kan bla bla bla.”
Ya, kan?
Demi apapun, di hari itu, manusia
di Istana Maimun udah kayak buih di lautan, pasir di pantai, air di waktu
hujan, dan rinduku kepadamu >>
BANYAK BANGET, PARAH!
Biaya masuk ke Istana Maimun sangat terjangkau. Saya lupa persisnya, kira-kira 5-10ribu per orang.
Sejujurnya saya kurang bisa menikmati indahnya Istana Maimun karena pada waktu itu buat napas aja suseh. Tapi saya harus bilang kalo Istana Maimun punya interior yang cantik.
***
Yak, Udeh!
Lagi-lagi banyak yang ga kesampean
di Medan & Berastagi.
Mungkin aku kurang jadi anak baik atau mungkin Tuhan menakdirkan aku
kembali kesana untuk main bersama kamu. Heyaaaaa~
Dari Medan saya masih lanjut ke
Toba. Jangan tanya naik apa karena besar kemungkinan kamu bakal ngakak dan
mem-bodoh-bodoh-kan saya.
NAIK PESAWAT DARI
KUALANAMU KE SILANGIT!
Horang kayaaaa~
I’ll let you know later. Peace
out!
P.S.
1. Waktu tempuh dari Bandara
Kualanamu menuju Medan Fair Plaza di waktu sore, naik Bus Damri dengan ongkos Rp
20rb, kurang lebih 1 – 1.5 jam. Sedangkan waktu tempuh sebaliknya, dari Medan
ke Kualanamu, di subuh hari, naik Grab Car dengan ongkos 120rb, cukup setengah
jam aja.
2. Driver super baik selama di
Medan – Berastagi – Medan adalah Pak Tengku Harmain. Tarif rental mobil seharian Rp 600rb. Mobile: 0821 6286 4877.
Dari Pak Harmain saya baru tau
kalau “Teuku” dan “Teungku/Tengku” ternyata berbeda. Teuku adalah orang Aceh,
sedangkan Teungku/Tengku belum tentu. Sebelumnya saya pikir Pak Harmain adalah
orang Aceh karena namanya Tengku, ternyata beliau orang Batak. Okesip deh.
Berastagi - Medan Trip
by
vianiezra
on
July 12, 2018
Setelah Sabang (read here: Ayo ke Sabang! ) & Banda Aceh (read here: A Short Visit to Banda Aceh ), trip paling banyak mau sepanjang 20...