Manila and Singapore Trip
Mitla: Aku pengen liat langit Manila
Viani: Yuk!
Mitla: Serius?!
Adakalanya saya nggak suka becanda karena dibecandain itu nggak enak.
Eh, dianggep becanda juga ngga enak deng.
Kalo jodoh emang nggak
kemana; liat kalender ada libur long weekend di awal Desember 2017. Berangkat!
Nggak pake lama, Hometown
Hotel Makati sudah dibooking Mitla
via booking.com, pasti karena alasan
masih bisa cancel dan bayarnya nanti aja langsung di tempat, dan saya nyusul
beli tiket pesawat.
Awalnya, rencana saya dan
Mitla hanya ke Manila. Tapi berhubung saya lemah iman, setelah cek jadwal dan
harga tiket, saya buru-buru whatsapp Mitla:
>> Kalo mau ngaco ya
>> Kalo mau ngaco nih
>> Dari Manila jangan
langsung ke Jakarta
>> Tapi ke Singapore
>> Nginep di Changi sampe
pagi
>> Nebeng mandi
>> Balik jam setengah 7
malem
>> Sampe Jakarta jam 8
I told you, emang sama-sama konslet, jawaban Mitla; pake capslock dan
kayanya nggak dipikir dulu:
>> LEGGO!
Beneran nggak perlu waktu libur
panjang untuk jalan ke-2 negara ini. Long weekend 3 hari aja cukup banget kok!
Jadi, inilah itinerary kita
untuk trip Manila & Singapore tanggal 1 – 3 December 2017 lalu:
Day 1, Manila:
Landing pagi di Manila – Rizal
Park – Intramuros – SM By The Bay – MOA Eye
Day 2, Manila:
Salcedo Saturday Market –
Ayala Triangle Park – Green Belt Mall – Ayala Museum – Quezon City – Flight
malam ke Singapore – tidur di Changi
Day 3, Singapore:
Garden by The Bay – Central
Perk – Bugis – Murtabak Zam Zam – Masjid Sultan – Haji Lane – Flight sore ke
Jakarta
***
Soekarno Hatta International
Airport
Di ruang tunggu boarding
menuju Manila
Viani: *panik ngubek-ngubek
tas* Mit, pouch ku ketinggalan
Mitla: Isinya?
Viani: Make up, sikat gigi, obat mata, sisir, dan lain-lain
Viani: Make up, sikat gigi, obat mata, sisir, dan lain-lain
Mitla: ~~~~~~~
***
Day 1, Manila
Penerbangan Jakarta –
Manila termurah di tanggal 1 Dec 2017 lalu adalah Cebu Pacific di jam 00.45.
Karena lagi-lagi konsepnya adalah tight budget travelling, udah pasti
penerbangan itu yang kita ambil. Dalam rangka mengimplementasikan salah satu
prinsip hidup Milta soal perjalanan malam hari ‘lumayan ngurangin budget
hotel’, di hari pertama jalan, saya dan Mitla bobo di pesawat.
Hal menyenangkan dari tiap
perjalanan adalah ketemu dengan berbagai kejutan. Dan hal paling menyenangkan
adalah saat dimana satu demi satu kejutan mulai muncul.
Sekitar jam 4.30 pagi, saya
yang kebangun dengan badan pegel dan mata kriyep-kriyep mendadak segar karena
YA TUHAAAAN, sunrise di samping jendela bagus banget! Langsung rusuh bangunin
Mitla biar noraknya nggak sendirian.
Manila satu jam lebih cepat
daripada Jakarta. Saya dan Mitla landed di jam 6 pagi waktu Manila.
Sebelum berangkat ke
Manila, saya dan Mitla yang secara sadar cuma booking hotel untuk 1 malam dari
keseluruhan 3 hari perjalanan, cukup tekun bacain review seputar tempat mandi
di bandara.Trus, mandi di bandara?
NGGAK!
Sejauh yang saya dapat,
shower room hanya ada di lounge berbayar. Kelar kaaan....
Dan tanpa direncanakan,
apalagi disepakati, saya dan Mitla masing-masing sudah mandi sepuas-puasnya di
rumah sebelum flight ke Manila.
Kalo dipikir-pikir kece juga, diam-diam kita berdua sudah berencana untuk
nggak mandi.
Sampai di Ninoy Aquino,
yang langsung kita cari adalah Prayer Room di lantai 3 terminal 3. Ya kali aja
tempatnya cukup memadai untuk cuci-cuci dan rebahan kalo beruntung.
Nggak lama setelah masuk
Prayer Room, saya dan Mitla keluar lagi. Ternyata ruangannya kecil. Toilet dan tempat wudhu ada
di seberang Prayer Room.
Akhirnya pagi itu saya dan Mitla mutusin untuk nggak mandi. Cukup cuci muka, sikat gigi, touch up, dan siap main seharian.
Jelang keluar terminal
kedatangan, ada 2 counter provider yang stand by jualan sim card; Globe dan
Smart. Awalnya saya berencana pakai Globe karena katanya punya jaringan paling
bagus. Tapi ada rupa ada harga ye, Globe mahal, cyin. Paling murah 700 peso
dengan kapasitas 4GB. FYI, kurs pada waktu itu 1 peso = 290 IDR. Jadi bisa
dikira-kira sendiri ya.
Karena harga jualah saya
beralih; saya melipir ke Smart dan ditawarin paket paling murah seharga 300
peso, dengan internet 800 MB per hari, ditambah free sms dan telp untuk nomor
lokal. Sikat lah ya.
Trip pagi itu dimulai
dengan bolak-balik nyari dan nanya petugas bandara tentang harus naik bus yang
mana untuk menuju Hometown Hotel Makati.
Goosh, seriusan perlu beberapa kali nanya karena kita nggak dapet petunjuk yang
jelas dan meyakinkan. Kira-kira setengah jam setelah akhirnya yakin kalo kita
menunggu di tempat yang benar, bus nggak juga muncul dan antrian calon
penumpang makin panjang.
Karena merasa belum juga
ada itikad baik si bus untuk muncul, dan
karena digantungin tanpa kepastian itu hanya akan buang waktu, saya dan
Mitla akhirnya ngeluarin jurus andalan, pake Grab! Ga pake lama, abang grab
muncul dan sampailah kita di hotel untuk drop luggage. Lega.
Tujuan pertama saya dan
Mitla hari itu adalah Intramuros.
Dari depan hotel, saya dan Mitla naik Jeepney sampai ke terminal MRT Taft.
Jeepney adalah
angkotnya Manila. Yang lucu, cara bayarnya adalah oper-operan duit dari
penumpang yang bayar sampai ke supir. Cara yang sama berlaku kalo ada
kembalian, duitnya dioper dari supir sampai ke penumpang yang dimaksud.
Mitla kebagian ngoper duit
dari penumpang ke supir dan sebaliknya
Secanggih apapun gadget dan sekenceng apapun jaringan internetmu, percayalah, nanya langsung ke petugas atau orang disekitarmu adalah cara paling efektif dan efisien.
Sampai di terminal MRT
Taft, orang yang paling kita cari adalah petugas terminal. Untuk ke Intramuros
dari Terminal Taft, kita perlu naik LRT Line 1 sampai United Nation dan
dilanjut dengan jalan kaki.
Jangan bayangin MRT LRT-nya
negara sebelah ya. Ekspektasinya turunin dulu biar ga banyak ngeluh.
Pokoknya WOW!
Intramuros
Setelah turun di stasiun United
Nation, perjalanan dilanjut dengan jalan kaki sekitar 1.5 KM ke Intramuros.
Seriusan jalan kaki yang
ini nggak perlu pake ngeluh karena akan lewat berbagai tempat menarik kayak Rizal Park, National Museum of Natural
History (pintu-pintunya tertutup, barangkali memang nggak bisa masuk), dan National Museum of Anthropology (bisa
masuk dan kabarnya free entrance – tapi saya dan Mitla nggak masuk ke dalam).
Jelang Intramuros, jangan
heran kalo ada banyak abang becak ala Manila (kendaraan ini disebut Pedicab) yang bakal nyamperin dan
nawarin tour keliling Intramuros. Di depan gerbang Intramuros, saya dan Mitla
akhirnya ambil tour keiling Intramuros naik Pedicab yang tarifnya 100 peso per
30 menit per orang. Tawaran itu diambil ga pake nawar karena udah cape jalan.
Dan tarif 100 peso, which is 29 ribu IDR, masih ok lah di kantong. Saya yakin
kalo si abang diajak ngobrol dulu bisa kok dapet tarif lebih murah daripada ini.
Ternyata tempat keren di
Intramuros itu banyak! Banget! Nggak cuma gereja Cathedral & San Agustin,
Interdencia, atau Fort Santiago kayak rencana kita dalam
itinerary. Dan ternyata kawasan Intramuros itu gede banget!
Pokoknya kalo ke Intramuros
udah paling bener ambil tour keliling naik pedicab or whatever it is. Kalo mau
coba jalan kaki ya boleh sih, pastiin aja bawa kaki serep yes!
Intramuros adalah kawasan
yang isinya bangunan-bangunan tua penginggalan masa kolonial Spanyol di
Filipina. Kalo di Jakarta mungkin semacam Kota Tua atau kalo di Bandung semacam
Braga. Bedanya adalah kawasan Intramuros gede banget!
Jalan-jalan di Intramuros
berasa kayak nggak lagi Filipina, rasanya Eropa banget walopun belom pernah juga ke Eropa~
Saya dan Mitla akhirnya
merasa cukup setelah 2 jam keliling Intramuros. Walaupun masih banyak tempat
yang belum didatengin, at least, tempat-tempat yang kita pengen udah kesampean.
Saya dan Mitla masing-masing bayar 400 peso, plus kita tambah kasih tip 25 peso
per orang; jadi total bayar saat itu adalah 850 peso.
Masih di kawasan
Intramuros, saya dan Mitla makan di Jollibee,
restoran fast foodnya Manila, karena penasaran apa istimewanya dibanding McD,
KFC, dan sebagainya.
Rasanya kayak ayam fast food pada umumnya tapi dagingnya lebih empuk dan mudah
dipotong pakai sendok garpu.
Overall, Intramuros beyond our expectation
karena ternyata bagus banget banget banget dan saya rekomendasikan sebagai a must place to visit di Manila.
SM By the Bay
Tempat selanjutnya, dan
sebenernya yang paling saya tunggu, adalah sunset di SM By the Bay. Kenapa?
Karena sedari awal ide trip
ke Manila muncul adalah untuk liat langit (iya, random emang). Dan bener aja,
di Manila Mitla selalu muji-muji langitnya yang biru cerah, “langitnya biru
banget.”
Setelah diluluhlantakkan
sama pengalaman naik MRT/LRT pagi tadi, saya dan Mitla sepakat kalo pengalaman
tadi adalah yang pertama dan terakhir di Manila. Seriusan nggak nyesel dan
justru seneng karena ngerasain pengalaman baru; tapi yaudah sekali aja.
Naik Grab dari Intramuros
ke MOA sore itu sekitar 260 peso dengan waktu tempuh kurang lebih setengah jam.
Dari MOA, kita jalan sedikit ke arah belakang untuk ketemu SM By the Bay.
Hal lain yang syukuri di SM
By the Bay adalah ADA STARBUCKS!
Dari awal jalan yang udah
kebayang adalah ngopi sambil liat
sunset. Annnndd, it happened!
Ngeliatin matahari dari
masih agak tinggi, mulai turun, lalu pendek, sesekali seruput kopi, semakin pendek, sejajar sama air laut,
sampai hilang dan tinggal semburat orange; sore itu hidup saya sempurna~
Ke Manila mau ngapain?
Liat langit. Liat Sunset.
Di Ancol juga bisa.
Ga semua orang paham. Dijelasin juga ga bakal paham. Jadi biarin aja.
MOA Eye
SM By the Bay; selain
tempat liat sunset dan jajaran banyak cafe, ada juga MOA Eye yang merupakan
bianglala atau ferris wheel di pinggir pantai. Tiket per orang 150 peso dan
hanya berlaku untuk sekali putaran aja.
Satu hal yang disayangkan
dari MOA EYE: kacanya burem.
Tapi anyway, ya bolehlah.
Akhirnya badan, mata, dan
kaki mulai rewel minta kasur.
Jalan-jalan hari pertama
selesai di MOA Eye.
Pecah!
Hari itu dapet sunrise,
Intramuros yang cantik banget, dan sunset yang bikin hidup berasa sempurna.
Oh Tuhaaaan~~~
***
Hometown Hotel Makati
Di kamar
Viani: *ga bisa charge HP,
tiba-tiba power bank dan kabel charger rusak* Mit, nanti kalo udah kelar, pinjem
charger ya.
***
Day 2, Manila
Nggak ada yang ngoyo di
hari kedua; bangun santai, mandi santai, sarapan juga santai.
Semua barang sudah dipack
dan dititipkan di receptionist sebelum keluar hotel dan akan diambil sore nanti
setelah main dan sebelum ke bandara. Yes, malam di hari kedua adalah perjalanan
menuju Singapore. Jadi dari pagi udah puk-puk badan, “nanti malem ga ketemu
kasur ya.”
Salcedo Saturday Market
Jalan-jalan hari kedua
dimulai kira-kira jam 9 pagi menuju Salcedo Saturday Market. Saturday market
ada setiap Sabtu jam 7am – 2pm. Awalnya saya dan Mitla mau cari oleh-oleh kecil
disini, tapi ternyata oh ternyata, sebagian besar barang dagangan di Salcedo
Market adalah makanan dan bahan makanan! Ya ada sih selain makanan; tanaman dan bunga-bungaan. Ya
kali mau dibawa jadi oleh-oleh kan.
Ayala Triangle Park
Cukup 30 menit di Salcedo
Market dan kita lanjut jalan ke Ayala.
Di tengah jalan kaki
ngikutin Google Map, nggak sengajalah kita ketemu sama Ayala Triangle Park.
Guess what, yang kita
temuin disana bener-bener bikin kesel.
OH MY GOD! POHON LAMPU! INI
KALO MALEM KAYAK APA! KENAPA GA TAU INFO INI!
POHONNYA PENUH SAMA
TEMPELAN DAN GANTUNGAN LAMPU!
Sempetin jalan-jalan malam
ke Ayala Triangle Park!
Tapi please cek dulu ya,
apakah pohon lampu itu hanya ada jelang christmas atau selalu ada setiap hari
setiap malam. Di waktu itu, saya dan Mitla kepikiran nanya juga nggak karena overwhelmed
ga karuan.
Green Belt & Ayala Museum
Akhirnya kita sampai di
Green Belt!
Green Belt sebenarnya
adalah kawasan mall dimana Ayala Museum ada di dalamnya.
Saya dan Mitla polos banget
masuk Ayala Museum karena pede kalo free entrance.
A big NO, ya Bapak-Bapak,
Ibu-Ibu. Ke Ayala Museum harus beli tiket dan untuk foreigner harganya cukup
mahal, sekitar 400an peso. Dengan tarif itu, saya dan Mitla cuma liat-liatan dan
milih untuk nggak jadi masuk.
Sebenernya ga sepenuhnya
salah karena memang ada yang free entrance, semacam exhibition kecil dari seorang
pelukis Filipina di suatu ruang khusus, barangkali ukuran 4 x 6 m2 aja,
dengan 4 lukisan besar terpajang di dinding, 1 orang penjaga ruangan, dan 2
orang security di depan pintunya.
Quezon City
Dari Green Belt, kita
menuju Quezon City, atau dikenal QC, untuk ketemu sama temen-temennya Mitla.
Perjalanan dari Green Belt
ke QC kira-kira 1 jam dan relatif nggak ada yang istimewa sepanjang perjalanan.
Lola Cafe & Bar, Quezon City (QC)
Hari kedua di Manila
bertepatan sama ulang tahun saya.
Hahahaha.
Di tengah makan siang,
temen-temen Mitla yang sangat manis ini bikin surprise dengan kemunculan
tiba-tiba mas resto yang bawain cheese cake lengkap dengan lilin di atasnya.
OH MY GOODNESS, I CAN’T
HELP MY SELF!
I love you guys to the the
moon and all planets!
By the way, untuk makan
siang, temen-temen Mitla pesan makanan ini:
Saya lupa apa namanya tapi sup bola
ayam ini tastes really good!
Jalan-jalan hari kedua
selesai di QC.
Saya dan Mitla balik ke
hotel untuk ambil luggage dan langsung meluncur ke Ninoy Aquino untuk
penerbangan menuju Singapore di jam 21.35.
***
Ninoy Aquino International Airport
Di antrian check in bandara
Mitla: Uang 50 sgd Mbak Vi
dimana?
Viani: Di amplop *ngecek
amplop* *ga ada* *cek tempat lain* *ga ada juga* Dimana ya, Mit?
Setelah tek tok panjang,
saya baru sadar kalo uang tip yang saya kasih ke abang pedicab di Intramuros
kemarin bukan 50 peso, tapi 50 sgd. Pedih.
***
***
(Masih) Ninoy Aquino International
Airport
Setelah check in bandara
Mitla: Mbak Vi!!
Viani: Ya?
Mitla: Aku diteriakin
orang-orang, “Miss, Miss!”
Viani: ???
Mitla: Mbak Vi ga sadar
jatuhin boarding pass aku???
Viani: *jadi patung*
***
***
Boarding Room Ninoy Aquino International
Airport
Di tempat duduk
Mitla: Mbak Vi, tau ga, aku
juga melakukan kebodohan.
Viani: *bengong*
Mitla: Aku salah paket
roaming. Pantesan kuota roamingnya ga berkurang. Ternyata di paket roamingnya
ga ada Filipina.
Viani: *ketawa garing
padahal lemas dan pasrah sekaligus*
Mitla: *sok ketawa padahal
(kayanya) nangis nyesel dalem hati*
***
Day 3, Singapore
Sampai di bandara Changi
jam 2 dini hari. Badan masih lemes dan mata merah karena mesti bangun di
waktu-waktu deep sleep.
Dear sodara-sodara, bobo di
bandara ga semudah baca trip review.
Di waktu saya dan Mitla cari
spot buat tidur, tempat-tempat strategis bobo sudah penuh ditempati.
Satu-satunya bangku panjang yang cukup proper dan tersisa adalah di depan
counter check in terminal 2 bandara Changi. Ada 5 bangku berjajar, saya pakai 2
bangku dan Mitla pakai 2 bangku.
Di jajaran bangku biru ini saya & Mitla tidur. Gambar ini diambil di waktu
siang.
Di sekitar jam 5 pagi, saya
kebangun karena ada rombongan pilot dan pramugari yang lewat dan wangi banget! Pagi
itu, sebelum jalan-jalan, saya dan Mitla naik MRT menuju rumah tante Mitla
untuk numpang mandi dan titip barang-barang.
FYI, biaya left baggage di
bandara changi cukup mahal, 8sgd untuk small luggage di bawah 10kg selama 24
jam. Tarif resminya bisa dicek disini http://www.changiairport.com/en/airport-experience/attractions-and-services/baggage-storage.html
Gardens by the Bay
Berhubung masih pagi,
tujuan pertama adalah jalan-jalan di Garden by the Bay.
30 menit kemudian, kaki yang udah lemes ditambah
udara yang panas banget bikin saya dan Mitla milih untuk ngadem di dalam stasiun
MRT. Dalam waktu sekitar 1 jam, kita berdua beneran cuma duduk dan nggak
ngapa-ngapain. Lemes!
Central Perk SG
Jadi ceritanya, Mitla
adalah salah satu member sekte pemuja F.R.I.E.N.D.S.
Yap, opera sabun Amerika
yang sempat tayang jaman dulu banget, dimana latarnya adalah Central Perk;
kedai kopi yang ternyata beneran ada, salah satunya ada di Singapore.
Di jam 10.30, saya dan
Mitla naik MRT dari Bayfront menuju Chinatown untuk ke Central Perk yang baru buka
di jam 11.
Kalo pernah tau buaya agresif dikasih ayam, lebih agresif Mitla diketemuin
sama Central Perk.
Sebenernya nggak hanya
Mitla yang happy, saya sama happy-nya karena ketemu tempat nongkrong dan green
tea latte.
Green tea-nya enak (dan mahal), tapi ada campuran mint di
dalamnya. Dan entah kenapa saya sebenarnya nggak begitu suka ketemu mint dalam
minuman.
Yang paling menonjol dari
Central Perk adalah dekorasinya. Ya
apalagiii.
Dan.. nama menu-menunya diambil dari karakter cast-nya.
Kekinian gilak sih cafenya;
kopi, disetelin film, dan tempatnya lucuk.
Badan dan kaki mendadak
enteng saking senengnya kesampean ngopi di Central Perk! Ga paham lagi.
Dari Central Perk, saya dan
Mitla kembali bisa jalan kaki dengan proper dan menuju Bugis.
Bugis
Bugis sebenarnya adalah
tempat yang saya hindari karena iman saya ga bagus-bagus amat. Tapi kali ini saya sukses
keluar tanpa belanja apapun kecuali kabel charger.
Zam-Zam
Indian muslim resto yang
terkenal di sekitar Bugis adalah Zam-Zam. Ini kali pertama saya makan di
Zam-Zam. Untuk makan siang, saya dan Mitla pesan Chicken Briyani dan Beef
Murtabak. Enak!
Buanyak buanget!
Masjid Sultan
Berhubung dekat dengan
Zam-Zam, assalamualaikum sebentar ke Masjid Sultan.
Haji Lane
Sempet-sempetin ke Haji
Lane biar kekinian!
Ya nggak ada apa-apa juga
sih, hanya gang yang di dalamnya ada banyak cafe lucu, banyak mural, dan jadi
tempat foto orang sejagat.
Jalan sedikit dari Zam-Zam
dan kamu akan ketemu satu gang namanya Haji Lane.
Konsepnya keren sih sampe bisa bikin tempat biasa jadi se-happening ini. Ada halal cafe yang sebenarnya
pengen saya datengin tapi nggak jadi, namanya Limaa, karena perut siang itu
beneran udah full sama Zam-Zam dan duit yang sangat terbatas.
Jadi, marilah kita foto aja
sebagai bukti sudah ke Haji Lane.
Iya bodo amat, ini penting.
Jalan-jalan sehari di Singapore selesai di Haji Lane.
Sisa waktu sore itu kita
pakai untuk ambil barang-barang di rumah tantenya Mitla *terima kasih, Tante*
dan langsung jalan ke bandara. Di dalam MRT menuju Changi, Mitla bilang sesuatu
yang kira-kira begini, “so this is the end of our trip.”
Okay, saya mulai sedih.
Ga bisa ya kalo besok
ketemu lagi dalam kondisi bawa backpack, repot cari petugas buat ditanya soal
apapun, cari toilet buat cuci muka & sikat gigi, atau ngitung duit biar
cukup buat makan, main, dan jajan.
Budget
Overall, total budget per
orang untuk trip 3 hari Manila & Singapore di awal December
2017 lalu kira-kira 5 juta IDR, sudah termasuk tiket pesawat, hotel, makan,
jajan, pokoknya semuanya.
Tight budget travelling as
usual, tanpa belanja aneh-aneh, secara
tiket pesawat kita tanpa bagasi, tanpa jajan dan makan mewah, ya sekali doang jajan di tempat ala Central
Perk, dan yang paling penting, jangan habiskan uangmu untuk tip cuma karena
kasian atau nggak enak! Bukan pelit, tapi mikir.
***
Tiap jalan ke tempat baru, saya
seringkali nggak terlalu peduli sama tujuannya, saya lebih cinta sama proses
menuju-nya.
Kamu akan gelisah, tapi
disaat bersamaan, secara nggak sadar, kamu mati-matian sedang belajar tenang
dan cari solusi.
Ada banyak kondisi yang selamanya
nggak akan pernah kamu suka, tapi demi satu-satunya cara bertahan, kamu akan
belajar menghargai dan menyesuaikan diri.
Barangkali seharusnya kamu
meledak, seharusnya kamu sudah nangis, semestinya kamu menghabiskan waktu untuk
sedih berlarut-larut. Tapi disaat yang sama waktumu terbatas, dan kamu harus bisa
memaksa dirimu berlapang dada dan melakukan sesuatu yang benar.
Atau seharusnya kamu begitu senang, yang kamu ketahui akan berujung pada banyak lupa dan banyak hilang; maka kamu akan belajar menghindari dan membatasi.
Selalu ada hal yang bikin
kamu belajar dan menyadari sesuatu. Khususnya untuk saya dan Mitla di trip kali
ini: bilang jujur atau nggak sama sekali. Gitu?
Yaudah jalan gih! Yang
penting tiket kebeli, urusan jajan, di hemat-hemat bisa kok ;)
P.S.
1. Beberapa dokumentasi
adalah milik Mitla.
2. Kopi ala Mitla adalah
kopi hitam tanpa gula sedang Viani adalah iced green tea latte.
No comments:
Post a Comment
Hello there, question/comment/suggestion/feedback are welcomed. Please feel free to get in touch with me through my instagram/twitter/email account ;)